Kalau Jadi Penulis, Kamu Bakal Jadi Siapa?
Judul Buku: New Grub Street
Penulis: George Gissing
Penerbit: Smith, Elder & Co.
Tahun Terbit: 1891
Menjadi penulis adalah sesuatu yang seksi. Memukau orang
dengan kata-kata cerdas, romantis, atau menggelora. Tapi itu baru puncak gunung
es di tengah laut. Dan sebagaimana halnya dengan profesi-profesi lain, apa-apa
yang ada di bawah permukaan laut itu tetap hanya diketahui oleh orang dalam.
Nah, George Gissing membocorkan informasi ekslusif itu lewat New Grub Street. Meskipun ini novel
jadul dan berlatar tahun 1880-an, apa-apa yang dikatakannya tentang profesi
menulis dan kancah penerbitan tetap relevan hingga hari ini. Maka dari itu,
mari jumpai para penulis yang berjibaku di Jalan Grub yang baru!
Perkenalkan, Edwin Reardon. Umurnya tiga puluhan. Dia pernah
menuliskan novel yang oleh kritikus dipuji-puji walaupun secara komersil tidak
terlalu berhasil. Karya itu dihasilkannya ketika dia menjadi juru tulis di
kantor sekretaris suatu rumah sakit. Setelah itu, dia menikah, berhenti jadi
juru tulis, dan sepenuhnya mencari nafkah dari menulis. Dia sering mengulang
membaca Odysseus Homer dan
Shakespeare. Subplot Reardon berfokus pada upayanya untuk tetap menulis di
tengah kebuntuan dan kesehatan (khususnya kejiwaannya) yang terus merosot.
Lalu, Jasper Milvain yang pertengahan dua puluhan. Dia
banyak (atau tepatnya lebih banyak) bersosialisasi dengan orang-orang di bisnis
penerbitan, khususnya lingkungan terbitan berkala. Dia lebih banyak menulis
ulasan buku dan opini. Dia suka sekali omong besar dan membesarkan dirinya. Dia
menganggap menulis sama dengan berdagang. Subplot Milvain berfokus pada panjat
sosialnya lewat dunia tulis-menulis dan menjaga hubungan dengan
kalangan-kalangan berada, dan hubungannya dengan sejumlah perempuan.
Alfred Yule adalah yang paling gaek. Dia punya putri yang
umurnya tidak jauh dari Milvain. Istrinya bukan berasal dari lingkungan cendekiawan,
melainkan kalangan pekerja kasar. Yang pasti adalah dia tidak menulis novel dan
semacamnya. Dia memendam harapan untuk menjadi redaktur suatu majalah atau
bahkan memimpin sendiri suatu terbitan. Tapi pada umur sesepuh itu, dia masih
saja di jenjang kontributor belaka. Subplot Yule berfokus pada dampak
kedengkian Yule pada Clement Fadge, seorang rivalnya, terhadap beragam aspek
hidupnya.
Reardon, Milvain, dan Yule adalah tiga penulis utama yang
jatuh bangunnya bolak-balik disorot Gissing. Selain mereka, terdapat sejumlah
penulis lain yang walaupun tidak terlalu panjang lebar dibahas, tetap
memberikan gambaran yang profesi menulis.
Harold Biffen adalah sahabat karib Reardon. Dia sering
mengobrol panjang lebar tentang karya-karya klasik dengan Reardon. Dialah yang
paling miskin di antara semua penulis dalam novel ini. Dia hidup di kawasan
miskin di London dan sering kurang makan. Sebenarnya dia mencari nafkah sebagai
guru privat orang-orang yang mau daftar jadi semacam PNS. Sepanjang cerita dia
digambarkan berjuang menyelesaikan novel pertamanya. Hari terakhir dia
menyelesaikan novel itu adalah salah satu bab paling mengesankan dalam buku
ini: dengan aksi menyelamatkan naskah dari gedung yang terbakar.
Whelpdale pada mulanya menulis fiksi. Dia berhenti lalu
beralih menjadi guru dan konsultan menulis fiksi. Seiring cerita berjalan dia
mendirikan agen sastra. Dia bahkan berhasil mendirikan sebuah terbitan berkala
yang konsepnya sesuai dengan semangat zamannya. Kisah cintanya yang sepanjang
cerita kandas melulu, akhirnya berujung bahagia.
Memang mayoritas penulis dalam buku ini adalah lelaki. Tapi
itu tidak berarti tidak ada penulis perempuan sama sekali. Marian Yule adalah
putri yang dididik Alfred Yule untuk menjadi cendekiawan. Pada mulanya dia
dilatih sebagai asisten bahkan penulis bayangan Yule. Lama-lama Yule menyadari
bahwa Marian melampaui dirinya dan membiarkannya meniti karir dengan namanya
sendiri. Satu lagi adalah Dora Milvain, adik Jasper. Dia mulai menulis untuk
pasar perempuan muda atas dorongan kakaknya itu. Tidak banyak bagian yang
membahas kiprah menulisnya. Tapi digambarkan bahwa dia cukup ulet menulis dan
pekerjaannya cukup lancar.
Sudah cukup perkenalan perseorangan. Sekarang kita bahas
sejumlah persoalan profesi menulis dalam novel ini. Dengan ini saya yakin kita
akan bisa lebih banyak mengenal para tokoh tadi. Sebab, bukankah kita bisa
lebih mengenal orang dari tindakan dan pandangannya?
Persoalan paling kentara di sini tentu aja hubungan antara
menulis, pasar, dan uang. Di satu kutub terdapat Jasper Milvain. Dia menganggap
menulis sama dengan dagang. Maka, dia membaca pangsa pasar arus utama untuk
memantau apa yang banyak disukai. Dia mendekati banyak orang penerbitan berkala
untuk mendapatkan pesanan tulisan bahkan kesempatan untuk jadi awak redaksi
suatu terbitan berkala. Dia menulis untuk pangsa pasar arus utama
kontemporernya. Dia mencemooh orang-orang yang menulis sama sekali tidak sesuai
selera pasar. Di sini kita berhadapan dengan sosok yang menuruti pasar arus
utama.
Di kutub seberangnya terdapat Harold Biffen. Novelnya berisi
topik yang tidak populer (tentang seorang tukang sembako) di kalangan yang
ditujunya (kalangan bawah). Pendekatan menulisnya pun tidak sesuai dengan
kalangan yang ditujunya: dia menulis secara realis bahkan nyaris sama sekali
apa adanya untuk kalangan yang biasa dengan adegan-adegan melodramatis. Novel
itu tidak laku. Kritikus mencemooh pendekatannya dalam bercerita. Dia cukup
tertekan. Meskipun demikian, ketika menggarap novelnya, dia amat menikmatinya
walaupun dia amat tidak sejahtera. Biffen mendahulukan visi pribadinya daripada
apa yang diminati pasar arus utama. Dalam kasus Biffen, visi pribadinya condong
pada hal-hal yang cendekia.
Edwin Reardon justru berada di antara kedua kubu tersebut.
Tapi justru itulah penyebab tekanannya yang besar. Secara pribadi dia ingin
menuliskan hal-hal yang condong cendekia bahkan kiblatnya adalah karya klasik.
Tapi sebagai seorang suami beranak satu dia punya tanggung jawab untuk
menghidupi keluarganya. Jadi untuk mendapatkan uang dia berusaha menulis
novel-novel yang mengikuti pasar arus utama, hal yang rendah menurut
standarnya. Rasa jijik terhadap karya sendiri, rasa tidak mampu memenuhi
kewajiban sebagai suami, dan rasa buntu campur aduk meremukkannya secara fisik
maupun batin. Dia tidak mampu mengompromikan visinya dengan kebutuhannya.
Berbeda dengan Reardon, Alfred Yule sudah mampu
mengompromikannya. Dia bahkan tidak segan-segan mempekerjakan Marian sebagai
penulis bayangannya. Tapi bersamaan dengan itu dia menulis tentang hal-hal yang
sesuai visinya, hal-hal yang cenderung cendekia. Saya kira faktor utamanya
adalah usia, dengan kata lain jam terbang. Inilah juga yang membuatnya sudah
tahu saluran yang cocok dengan visinya. Jadi bisa dibilang dia condong pada
kutub Jasper.
Whelpdale lebih condong lagi pada kutub Jasper. Karirnya di
bidang menulis dipanjatnya dengan mata cermat terhadap peluang. Berhenti
menulis fiksi, dia menjadi guru atau konsultan menulis karena melihat banyak
sekali orang yang ingin menjadi penulis tetapi kebingungan melakukan
pekerjaannya. Dia merumuskan sebuah terbitan berkala dengan konsep yang amat
sesuai dengan keadaan pembaca saat itu: Orang makin banyak mendapatkan
pendidikan tapi tidak punya waktu untuk membaca yang klasik dan
panjang-panjang. Saya kira kalau konsep Whelpdale itu dipaparkan pada masa
kini, hasilnya adalah media-media semacam akun-akun resmi twitter.
Bagaimanapun beragamnya para penulis itu memandang hubungan
antara menulis, pasar, dan uang, dalam novel ini citra profesi menulis digambarkan
berwibawa. Orang-orang ingin mengundang makan malam orang yang berprofesi
sebagai penulis. Ingat, bahwa undangan makan malam adalah semacam wujud
penghormatan dalam konteks ini. Jasper berusaha memanjat sosial melalui tangga
profesi menulis. Yang paling dahsyat adalah seorang istri meminta pisah dari
suaminya hanya karena suaminya memutuskan untuk berhenti menulis dan menjadi
juru tulis di suatu rumah sakit.
Walaupun dalam hal hubungan menulis, pasar, dan uang,
keberpihakannya cukup jelas, George Gissing memberi ruang bagi beragam
pandangan untuk bersuara sehingga kita bisa merasa simpati sekaligus antipati
terhadap tokoh yang sehaluan maupun yang tidak sejalan dengan kita. Di satu
sisi, inilah yang membuat novel ini terasa muram. Seakan tidak ada satu sisi
yang terang sepenuhnya. Di sisi lain, barangkali beginilah adil itu. Bukankah
inilah yang diperlukan untuk bisa melihat persoalan lebih jernih?
Jadi, penulis macam siapakah kamu dalam New Grub Street?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar