Jumat, 05 Oktober 2018

New Grub Street - George Gissing


Kalau Jadi Penulis, Kamu Bakal Jadi Siapa?

Judul Buku: New Grub Street
Penulis: George Gissing
Penerbit: Smith, Elder & Co.
Tahun Terbit: 1891

Menjadi penulis adalah sesuatu yang seksi. Memukau orang dengan kata-kata cerdas, romantis, atau menggelora. Tapi itu baru puncak gunung es di tengah laut. Dan sebagaimana halnya dengan profesi-profesi lain, apa-apa yang ada di bawah permukaan laut itu tetap hanya diketahui oleh orang dalam. Nah, George Gissing membocorkan informasi ekslusif itu lewat New Grub Street. Meskipun ini novel jadul dan berlatar tahun 1880-an, apa-apa yang dikatakannya tentang profesi menulis dan kancah penerbitan tetap relevan hingga hari ini. Maka dari itu, mari jumpai para penulis yang berjibaku di Jalan Grub yang baru!

Perkenalkan, Edwin Reardon. Umurnya tiga puluhan. Dia pernah menuliskan novel yang oleh kritikus dipuji-puji walaupun secara komersil tidak terlalu berhasil. Karya itu dihasilkannya ketika dia menjadi juru tulis di kantor sekretaris suatu rumah sakit. Setelah itu, dia menikah, berhenti jadi juru tulis, dan sepenuhnya mencari nafkah dari menulis. Dia sering mengulang membaca Odysseus Homer dan Shakespeare. Subplot Reardon berfokus pada upayanya untuk tetap menulis di tengah kebuntuan dan kesehatan (khususnya kejiwaannya) yang terus merosot. 

Lalu, Jasper Milvain yang pertengahan dua puluhan. Dia banyak (atau tepatnya lebih banyak) bersosialisasi dengan orang-orang di bisnis penerbitan, khususnya lingkungan terbitan berkala. Dia lebih banyak menulis ulasan buku dan opini. Dia suka sekali omong besar dan membesarkan dirinya. Dia menganggap menulis sama dengan berdagang. Subplot Milvain berfokus pada panjat sosialnya lewat dunia tulis-menulis dan menjaga hubungan dengan kalangan-kalangan berada, dan hubungannya dengan sejumlah perempuan.

Alfred Yule adalah yang paling gaek. Dia punya putri yang umurnya tidak jauh dari Milvain. Istrinya bukan berasal dari lingkungan cendekiawan, melainkan kalangan pekerja kasar. Yang pasti adalah dia tidak menulis novel dan semacamnya. Dia memendam harapan untuk menjadi redaktur suatu majalah atau bahkan memimpin sendiri suatu terbitan. Tapi pada umur sesepuh itu, dia masih saja di jenjang kontributor belaka. Subplot Yule berfokus pada dampak kedengkian Yule pada Clement Fadge, seorang rivalnya, terhadap beragam aspek hidupnya.

Reardon, Milvain, dan Yule adalah tiga penulis utama yang jatuh bangunnya bolak-balik disorot Gissing. Selain mereka, terdapat sejumlah penulis lain yang walaupun tidak terlalu panjang lebar dibahas, tetap memberikan gambaran yang profesi menulis.

Harold Biffen adalah sahabat karib Reardon. Dia sering mengobrol panjang lebar tentang karya-karya klasik dengan Reardon. Dialah yang paling miskin di antara semua penulis dalam novel ini. Dia hidup di kawasan miskin di London dan sering kurang makan. Sebenarnya dia mencari nafkah sebagai guru privat orang-orang yang mau daftar jadi semacam PNS. Sepanjang cerita dia digambarkan berjuang menyelesaikan novel pertamanya. Hari terakhir dia menyelesaikan novel itu adalah salah satu bab paling mengesankan dalam buku ini: dengan aksi menyelamatkan naskah dari gedung yang terbakar.

Whelpdale pada mulanya menulis fiksi. Dia berhenti lalu beralih menjadi guru dan konsultan menulis fiksi. Seiring cerita berjalan dia mendirikan agen sastra. Dia bahkan berhasil mendirikan sebuah terbitan berkala yang konsepnya sesuai dengan semangat zamannya. Kisah cintanya yang sepanjang cerita kandas melulu, akhirnya berujung bahagia.

Memang mayoritas penulis dalam buku ini adalah lelaki. Tapi itu tidak berarti tidak ada penulis perempuan sama sekali. Marian Yule adalah putri yang dididik Alfred Yule untuk menjadi cendekiawan. Pada mulanya dia dilatih sebagai asisten bahkan penulis bayangan Yule. Lama-lama Yule menyadari bahwa Marian melampaui dirinya dan membiarkannya meniti karir dengan namanya sendiri. Satu lagi adalah Dora Milvain, adik Jasper. Dia mulai menulis untuk pasar perempuan muda atas dorongan kakaknya itu. Tidak banyak bagian yang membahas kiprah menulisnya. Tapi digambarkan bahwa dia cukup ulet menulis dan pekerjaannya cukup lancar.

Sudah cukup perkenalan perseorangan. Sekarang kita bahas sejumlah persoalan profesi menulis dalam novel ini. Dengan ini saya yakin kita akan bisa lebih banyak mengenal para tokoh tadi. Sebab, bukankah kita bisa lebih mengenal orang dari tindakan dan pandangannya? 

Persoalan paling kentara di sini tentu aja hubungan antara menulis, pasar, dan uang. Di satu kutub terdapat Jasper Milvain. Dia menganggap menulis sama dengan dagang. Maka, dia membaca pangsa pasar arus utama untuk memantau apa yang banyak disukai. Dia mendekati banyak orang penerbitan berkala untuk mendapatkan pesanan tulisan bahkan kesempatan untuk jadi awak redaksi suatu terbitan berkala. Dia menulis untuk pangsa pasar arus utama kontemporernya. Dia mencemooh orang-orang yang menulis sama sekali tidak sesuai selera pasar. Di sini kita berhadapan dengan sosok yang menuruti pasar arus utama.

Di kutub seberangnya terdapat Harold Biffen. Novelnya berisi topik yang tidak populer (tentang seorang tukang sembako) di kalangan yang ditujunya (kalangan bawah). Pendekatan menulisnya pun tidak sesuai dengan kalangan yang ditujunya: dia menulis secara realis bahkan nyaris sama sekali apa adanya untuk kalangan yang biasa dengan adegan-adegan melodramatis. Novel itu tidak laku. Kritikus mencemooh pendekatannya dalam bercerita. Dia cukup tertekan. Meskipun demikian, ketika menggarap novelnya, dia amat menikmatinya walaupun dia amat tidak sejahtera. Biffen mendahulukan visi pribadinya daripada apa yang diminati pasar arus utama. Dalam kasus Biffen, visi pribadinya condong pada hal-hal yang cendekia.

Edwin Reardon justru berada di antara kedua kubu tersebut. Tapi justru itulah penyebab tekanannya yang besar. Secara pribadi dia ingin menuliskan hal-hal yang condong cendekia bahkan kiblatnya adalah karya klasik. Tapi sebagai seorang suami beranak satu dia punya tanggung jawab untuk menghidupi keluarganya. Jadi untuk mendapatkan uang dia berusaha menulis novel-novel yang mengikuti pasar arus utama, hal yang rendah menurut standarnya. Rasa jijik terhadap karya sendiri, rasa tidak mampu memenuhi kewajiban sebagai suami, dan rasa buntu campur aduk meremukkannya secara fisik maupun batin. Dia tidak mampu mengompromikan visinya dengan kebutuhannya.

Berbeda dengan Reardon, Alfred Yule sudah mampu mengompromikannya. Dia bahkan tidak segan-segan mempekerjakan Marian sebagai penulis bayangannya. Tapi bersamaan dengan itu dia menulis tentang hal-hal yang sesuai visinya, hal-hal yang cenderung cendekia. Saya kira faktor utamanya adalah usia, dengan kata lain jam terbang. Inilah juga yang membuatnya sudah tahu saluran yang cocok dengan visinya. Jadi bisa dibilang dia condong pada kutub Jasper.

Whelpdale lebih condong lagi pada kutub Jasper. Karirnya di bidang menulis dipanjatnya dengan mata cermat terhadap peluang. Berhenti menulis fiksi, dia menjadi guru atau konsultan menulis karena melihat banyak sekali orang yang ingin menjadi penulis tetapi kebingungan melakukan pekerjaannya. Dia merumuskan sebuah terbitan berkala dengan konsep yang amat sesuai dengan keadaan pembaca saat itu: Orang makin banyak mendapatkan pendidikan tapi tidak punya waktu untuk membaca yang klasik dan panjang-panjang. Saya kira kalau konsep Whelpdale itu dipaparkan pada masa kini, hasilnya adalah media-media semacam akun-akun resmi twitter.

Bagaimanapun beragamnya para penulis itu memandang hubungan antara menulis, pasar, dan uang, dalam novel ini citra profesi menulis digambarkan berwibawa. Orang-orang ingin mengundang makan malam orang yang berprofesi sebagai penulis. Ingat, bahwa undangan makan malam adalah semacam wujud penghormatan dalam konteks ini. Jasper berusaha memanjat sosial melalui tangga profesi menulis. Yang paling dahsyat adalah seorang istri meminta pisah dari suaminya hanya karena suaminya memutuskan untuk berhenti menulis dan menjadi juru tulis di suatu rumah sakit.

Walaupun dalam hal hubungan menulis, pasar, dan uang, keberpihakannya cukup jelas, George Gissing memberi ruang bagi beragam pandangan untuk bersuara sehingga kita bisa merasa simpati sekaligus antipati terhadap tokoh yang sehaluan maupun yang tidak sejalan dengan kita. Di satu sisi, inilah yang membuat novel ini terasa muram. Seakan tidak ada satu sisi yang terang sepenuhnya. Di sisi lain, barangkali beginilah adil itu. Bukankah inilah yang diperlukan untuk bisa melihat persoalan lebih jernih? 

Jadi, penulis macam siapakah kamu dalam New Grub Street?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar