Trauma di Antara Kekerasan Seksual dan Domestik
Judul: Interlude
Penulis: Windry Ramadhina
Penerbit: Gagasmedia
Tahun Terbit: 2014
Masa lalu selalu ada bersama kita. Masa lalu yang tidak
menyenangkan selalu mencengkeram kita. Masa lalu semacam itulah yang seringkali
mengekang kita sehingga sulit bergerak. Dalam Interlude, Windry Ramadhina menelisik trauma mahasiswi yang pernah
diperkosa oleh kakak kelasnya.
Mahasiswi itu adalah Hanna. Setelah cuti kuliah satu tahun
karena pemerkosaan itu, dia kembali masuk kelas dengan perasaan tidak nyaman.
Bicara dengan lelaki barista kopi saja dia amat tidak nyaman, apalagi dengan
seorang gitaris jazz perayu macam Kai, tokoh utama lelaki dalam novel ini. Hubungan
Hanna dan Kai adalah jembatan yang harus dilalui Hanna untuk mendapatkan
kebebasan dari traumanya, peristiwa yang dikilaskan pada bab pembuka.
Beberapa perubahan sikap Hanna terhadap Kai menandakan
kepulihan Hanna atas trauma itu. Pada mulanya Hanna menuruti ajakan (atau
tepatnya perintah) Kai lebih sebagai perempuan yang tidak berdaya menghadapi
agresivitas sehingga pasrah. Titik baliknya adalah ketika Kai menciumnya
setelah menganggap sikap malu-malu Hanna muslihat perempuan belaka. Setelah Kai
meminta maaf dan melakukan beberapa tindakan lain, Hanna perlahan mulai
melihatnya dengan mata seorang perempuan yang jatuh cinta.
Hanya saja Hanna masih ragu karena trauma itu masih
menggelayut walaupun sebenarnya pada titik itu prospek hubungan Hanna dan Kai
sebenarnya sudah lumayan cerah. Maka, dibutuhkan satu peristiwa yang cukup
dahsyat untuk menggedor kesadaran Hanna.
Peristiwa itu adalah Hanna menyaksikan Gitta dipukul oleh
pacarnya. Peristiwa itu sendiri sebenarnya sudah dipadahkan beberapa kali lewat
memar-memar pada tubuh Gitta yang disaksikan Hanna. Pengalaman menjadi cermin
bagi Hanna. Dia merenungkannya dan mencapai kesadaran baru tentang Kai. Dia
bahkan berinisiatif menemui Kai, sesuatu yang sebelum-sebelumnya tidak
terbayangkan akan dilakukannya.
Kita hanya diberi tahu sedikit saja bagaimana sifat Hanna
sebelum peristiwa traumatis itu. Paling-paling hanya ketika Hanna teringat pada
hubungan dia dengan pemerkosa itu karena hubungan dia dengan Kai. Jadi bisa
dibilang dulu Hanna kurang lebih bersifat kalem, tidak seperti Gitta yang bersifat
dominan cenderung maskulin. Pada mulanya bahkan dikesankan bahwa Gittalah yang
akan menjadi pelindung Hanna. Gitta berupaya keras agar Kai, teman satu
bandnya, untuk tidak mendekati Hanna. Gitta yang mulanya kuat berubah menjadi
tidak berdaya karena hubungannya dengan Ian. Kontras antara sifat Gitta dan
Hanna ini menonjolkan bahwa hubungan penuh kekerasan mampu melemahkan perempuan
yang kuat sekalipun.
Hanya saja dalam peristiwa Gitta dan Ian itu ada hal yang
bisa jadi dipermasalahkan oleh suatu kalangan. Setelah Ian kabur dan Hanna
berupaya untuk memulihkan Gitta, Hanna mengatakan hal yang masuk dalam daftar
ucapan tabu bagi korban kekerasan domestik: “kenapa kamu tidak melawan?” Tapi
tolong ingat, yang saya ingin katakan dengan membahas hal ini adalah adanya
perkataan itu dalam novel ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan domestik, khususnya
kekerasan dalam pacaran, masih perlu perhatian lebih banyak supaya kita bisa
lebih berempati dengan korban.
Kasus Gitta dan Ian juga menyisakan satu pertanyaan yang
hanya dijawab sekenanya saja oleh Interlude
kalau novel ini diniatkan untuk menggali kekerasan domestik dan pemerkosaan:
Kenapa lelaki melakukan kekerasan domestik atau kekerasan seksual pada
perempuan? Dalam hal Gitta dan Ian, jawabannya hanya Ian bersifat kasar. Itu
pun hanya diisyaratkan lewat kesan-kesan sekilas tentang Ian: ketika dia
berhadapan dengan para personil Second Day Charms, band Gitta. Dalam kasus
pemerkosaan Hanna, pelakunya lebih samar lagi. Hanya dikesankan bahwa lelaki
itu adalah tipe lelaki yang suka memanfaatkan kepolosan adik kelas perempuan.
Terlepas dari itu, saya menikmati satu keyakinan yang dianut
novel ini, yakni cinta memberi kekuatan untuk menjadi lebih baik. Selain tentu
saja bagi Hanna, hal ini juga berlaku bagi Kai. Hanna berhasil mengatasi
traumanya karena dia mencintai Kai. Kai mengatasi masalah keluarganya dan
akhirnya menemukan tujuan hidup karena dia mencintai Hanna. Lihat saja
pengakuan Kai bahwa dia mengajak Hanna ke makan malam perpisahan bapak dan
ibunya karena tanpa Hanna dia tidak akan bisa menghadapi peristiwa itu. Bukan
hanya menghadapi, Kai bahkan melakukan tindakan untuk memperbaiki hubungan
bapak dan ibunya. Sumber kekuatannya adalah kehadiran Hanna di sampingnya.
Adegan dalam buku ini yang menyatakan bahwa cinta memberi kekuatan untuk
menjadi lebih baik, tidak pernah gagal untuk membuat saya tersentuh.
Interlude
memberikan harapan bahwa setelah kekang masa lalu terlepas, akan ada hidup yang
lebih tenang, bahkan senang. Mengingat betapa putus asanya hidup dalam trauma,
harapan yang ditiupkan Interlude itu
bukan hal kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar