Tampilkan postingan dengan label cypress. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label cypress. Tampilkan semua postingan

Minggu, 10 April 2016

Frustrasi Puncak Gunung - Ashadi Siregar


Judul Buku
:
Frustrasi Puncak Gunung
Penulis
:
Ashadi Siregar
Penerbit
:
Cypress
Tahun Terbit
:
1978



Ashadi Siregar memparalelkan kepekaan sosial seseorang dan pergolakan cintanya dalam Frustrasi Puncak Gunung.

Seseorang itu adalah Herman, seorang mahasiswa yang lebih suka naik gunung ketimbang terlibat dalam urusan organisasi mahasiswa atau berada di suatu pesta. Saat dirubung gadis-gadis karena kemahirannya menyanyi, dia merasa mereka terlalu merepotkan. Lalu, dia bertemu Cecilia Ambarwati, seorang aktivis kampus yang dicap sebagai perempuan yang memandang lelaki sebagai bawahannya untuk mencapai tujuan politisnya. Meskipun begitu, di rumah ibunya berkeras menjodohkannya dengan Susanto, dosen kimia yang dikenal galak dan kaku. Ambar dan Herman sebenarnya saling tertarik, bahkan bapak Ambar senang bergaul dengan Herman. Hanya saja keraguan melanda keduanya. Pergulatan dua tokoh utamanya dengan keraguan cinta dan konsekuensi keputusannya dikupas dalam Frustrasi Puncak Gunung.

Setelah lulus, Herman praktik sebagai dokter hewan di Timor. Dia memilih hidup menyepi: merenung di suatu padang, mabuk, dan mengurusi hewan-hewan, terlepas dari kenyataan bahwa warga setempat menghormatinya. Meskipun begitu, dia juga bergaul dengan sebayanya: beberapa pemuda setempat yang telah mendapat pengaruh gaya hidup kota besar dan perantau yang juga dinas di sana. Perantauan memang membuka mata terhadap banyak hal. Sekelompok mahasiswa peneliti ekonomi mempertanyakan kesenjangan sosial padanya, padahal dia sama sekali tak tahu. Kesadaran tentang seks dan cinta dia dapatkan dari seorang istri yang kurang dibelai. Pergaulannya dengan seorang tua yang diasingkan masyarakat membuatnya merenungkan kesepian hidup. Peristiwa dalam Frustrasi Puncak Gunung mengubah tokoh utamanya, dari yang acuh tak acuh menjadi lebih mawas diri dan peka terhadap masalah di sekitarnya.

Frustrasi Puncak Gunung adalah suatu kisah tentang kehilangan dan penemuan yang terjadi bersamaan dalam cinta dan kepekaan sosial tokoh utamanya. 


Senin, 30 November 2015

Tiba-Tiba Malam - Putu Wijaya



Judul Buku
:
Tiba-Tiba Malam
Penulis
:
Putu Wijaya
Penerbit
:
Cypress
Tahun Terbit
:
1977

Keterkaitan antara urusan pribadi dan urusan publik adalah salah satu topik dalam karya sastra. Salah satu novel yang membahasnya adalah Tiba-Tiba Malam.

Sehari setelah pesta pernikahannya dengan Utari, Sunatha berangkat dinas sebagai guru ke Kupang. Utari kecewa. Timbul pertentangan antara keluarga Sunatha dan keluarga Utari, lalu merembet pada warga sekitarnya. Dalam keadaan begitu, Ngurah yang kalah cepat dari Sunatha dalam melamar Utari mendekati Utari. Sementara itu, Subali, ayah Sunatha, jadi sangat dekat dengan David, seorang bule yang sedang mengamati masyarakat di desa itu. Perubahan sikap Subali karena pergaulannya dengan David memperpanas posisi keluarga Sunatha di tengah masyarakat. Perkembangan cerita berkisar pada masalah tersebut.

Dalam Tiba-Tiba Malam, semangat komunal besar pengaruhnya terhadap kehidupan pribadi warga yang dilingkupinya. Pandangan warga desa macam-macam saat Sunatha pergi padahal dia belum mengapa-apakan Utari. Pemantik pertamanya adalah prasangka Utari dan orang tuanya bahwa Sunatha mengguna-guna Utari. Martabat keluarga Sunatha kena imbasnya. Keadaan ini diperpanas oleh Subali yang sering mangkir dari kegiatan desa karena pengaruh David, lambang orang asing. Perlahan Subali dicekoki pandangan bahwa adat desa menghambat perkembangan hidupnya sebagai seorang individu. Pertentangan tidak langsung antara Subali dan adat desa adalah pertentangan individualisme dan semangat komunal. Pertentangan lainnya adalah pertentangan antara keluarga Sunatha dan warga desa. Walaupun akhirnya Subali maupun Sunatha menyetujui pandangan individualis yang dibawa David, mereka menyerah pada adat desa. Dalam Tiba-Tiba Malam, akhirnya, karena konsekuensinya di tengah masyarakat, individualisme harus tunduk pada semangat komunal.

Pertentangan itu menimbulkan korban: Sunithi, adik Sunatha, dan ibunya. Mereka tidak punya andil dalam pemicuan pertentangan tersebut. Ibu Sunithi jadi sakit-sakitan setelah pertikaian dengan keluarga Utari. Saat meninggal, penguburannya tidak layak karena keluarganya kena hukum adat. Di sisi lain, Sunithi jadi perempuan yang tangguh setelah serangkaian tekanan (keluarganya didakwa menyimpang, pacarnya, Wedha, sempat meninggalkannya, dst.). Sementara itu, Subali sendiri jadi bisu setelah puncak pemberontakannya. Dalam Tiba-Tiba Malam, ditekankan imbas pertentangan antara individualisme dan semangat kelompok pada orang-orang yang tak berdosa.

Pada akhirnya Sunatha merelakan Utari dinikahi Ngurah. Akhirnya, Sunathalah meminta maaf atas kelakuan keluarganya pada warga desa. Sunatha hanya muncul pada awal cerita dan baru muncul lagi menjelang akhir cerita. Oleh karena itu, itu adalah bentuk tanggung jawabnya atas masalah yang ditimbulkannya di awal cerita. Barangkali tanggung jawabnya itulah yang membuat penulisnya merelakan Sunatha dapat pengganti Utari pada akhir cerita. Minimnya motif penyatuan Sunatha dan Sunari, pengganti Utari, jadi bisa dimaafkan karena itu. Dalam Tiba-Tiba Malam, pada akhirnya tokoh pemicu segala kemelutnya diberi hadiah oleh penulisnya karena telah bertanggung jawab atas segala kemelut yang ditimbulkannya.

Sedikit tentang judul buku ini: Tak ada bagian yang menceritakan masa sebelum Sunatha dan Utari menikah. Paling-paling hanya ada petunjuk bahwa dulu Ngurah mau melamar Utari tapi keduluan Sunatha. Buku ini hanya berisi dampak pernikahan Sunatha dan Utari sampai dampak itu diatasi Sunatha. Muncul kesan bahwa sebelum pernikahan itu tak ada apa pun. Pada awal buku pembaca langsung ditampar oleh suatu masalah, sebuah malam, yang sampai akhir tak dijelaskan asal mulanya. Masalah itu terasa tiba-tiba. Judul Tiba-Tiba Malam mengacu pada ketiba-tibaan yang dirasakan pembaca saat pertama kali ditampar pokok buku ini.

Tiba-Tiba Malam adalah cerita tentang pertentangan individualisme dan semangat komunal yang langsung ditamparkan pada pembaca, yang masa lalunya sengaja tak dijelaskan sampai akhir buku karena ingin menonjolkan dampaknya.