Senin, 24 Desember 2018

The Dead Returns - Akiyoshi Rikako


Setelah Lama Diabaikan, Dia Mendapatkan Perhatian

Judul Buku: The Dead Returns
Penulis: Akiyoshi Rikako
Penerbit: Haru
Penerjemah: Andry Setiawan
Tahun Terbit: 2015


Apakah kamu akan melewatkan kesempatan semacam itu? Begitulah pertanyaan saya pada diri sendiri di tengah-tengah membaca The Dead Returns karya Akiyoshi Rikako. Di situ ada orang yang mendapatkan kesempatan untuk secara aman menyelidiki siapa orang yang membuatnya celaka fatal. Saya bilang “secara aman” karena kesempatan itu berupa hidup kembali dalam tubuh orang lain setelah peristiwa celaka tadi. Aman karena si pelaku kemungkinan besar tidak akan mencurigai upayanya itu.

Kalau Nobou Koyama sih merebut kesempatan itu dengan waspada dan amarah yang bergulung-gulung. Maka berbekal satu penilaian bahwa orang yang mencelakakannya adalah teman sekelasnya, anak SMA yang ruhnya masuk ke dalam tubuh Takahashi Shinji itu melacak pelakunya dengan menjadi murid pindahan di sekolahnya. Penilaian Nobuo itu didasarkan pada fakta bahwa dia datang ke lokasi dia ditimpa nasib malang itu karena sebuah surat yang ditemukan di mejanya di kelas.

Lalu, dia mengulik alibi teman-teman sekelasnya. Tindakan mencurigakan sejumlah tersangka, dalam bentuk gestur yang kurang meyakinkan atau berbohong, meningkatkan ketegangan cerita. Tidak lupa dia menyelidiki motif mereka berdasarkan hubungan dia dengan mereka. Pada titik ini semua upaya penyelidikan Nobuo berada pada jalur cerita investigasi kasus pembunuhan dengan latar anak sekolah.

Kejutan yang memutarbalikkan asumsi-asumsi pada awal cerita adalah salah satu hal ternikmat dalam cerita semacam ini. Sementara pengemasan kejutannya sendiri amat nikmat, apa-apa yang disiratkan oleh kejutan itu tidak kalah menyentuhnya. Sebab, di sini kejutan itu memuat pembahasan tentang riwayat hubungan seseorang dengan orang lain dan prasangka. Sebelum kejadian naas itu, hubungan Nobuo dan teman-teman sekelasnya memang tidak bisa dibilang baik-baik saja. Dan semua prasangkanya terhadap teman-teman, bahkan guru dan ibunya lebih banyak juga disebabkan oleh hubungan mereka yang sejak awal kurang baik. Sebab, setelah kejutan itu meledak dan kebenaran terkuak, terbukti bahwa segala dugaannya terbantahkan sama sekali. Di sini prasangka dijadikan alat untuk meningkatkan ketegangan. Dan saat prasangka itu terbantahkan, maka meledaklah kejutan itu.

Yang membuatnya lebih sedap adalah persoalan prasangka dan teknik pemplotan tadi membawa kita masuk ke salah satu topik yang dibawa buku ini: dampak pengabaian. Di kelasnya Nobuo adalah tipe orang yang kalau tidak ada pun tidak akan disadari. Sementara itu, pengalaman bersosialisasi yang terus diingat olehnya tidak begitu menyenangkan. Jadilah dia terbiasa memandang teman-teman sekelasnya dengan rasa sebal tapi di sisi lain dia ingin dianggap ada.

Topik ini makin bergema dengan kehadiran Maruyama Miho, gadis sekelas Nobuo yang bahkan lebih malang. Pada kegiatan-kegiatan kelas, seperti persiapan festival budaya atau makan bersama saat istirahat, dia sama sekali tidak diajak padahal dia ada di dekat kumpulan mereka. Keadaan rumah Maruyama bahkan lebih buruk. Sementara Nobuo diam-diam marah pada mereka, Maruyama justru hanya bisa pasrah dan kehilangan rasa berharga.

Konsekuensinya justru lebih berbahaya. Ketika ada orang asing yang menimbulkan rasa berharga dalam dirinya, Maruyama jadi memiliki waham yang amat keliru tentang orang itu. Dia mendapatkan harapan untuk terus hidup setelah melihat seorang musisi muda. Tapi, yang awalnya tindakannya seperti seorang penggemar pada umumnya, lama-lama jadi seperti penguntit yang amat mengusik. Orang yang sudah terlalu lama diabaikan akan merasa begitu istimewa hanya dengan perhatian setahi kuku. Tapi karena tidak terbiasa dengan hal itu, reaksinya membahayakan.

Topik pengabaian tadi dikontraskan dengan peristiwa Nobuo masuk ke dalam tubuh Shinji. Takahashi Shinji adalah keturunan campuran Jepang dan orang Kaukasian. Tubuhnya bidang. Dia adalah seorang gitaris dan tukang berkelahi yang andal. Dia digemari perempuan. Pendek kata, Takahashi Shinji adalah apa yang bukan Nobuo Koyama.

Dengan berada dalam tubuh Shinji, Koyama mengalami apa yang sebelumnya tidak dialaminya. Orang tua Shinji menghawatirkannya dengan amat gamblang. Gadis-gadis di sekolah memperhatikannya, bahkan mengulik informasi tentang dia. Para jejaka mendekatinya lebih dulu dan bersikap akrab. Dia sempat kewalahan dengan pengalaman-pengalaman baru itu.

Di sisi lain, dia merasa muak juga dengan itu. Nobuo menilai bahwa selama berada dalam tubuh Takahashi dia bersikap sebagaimana dirinya dulu. Tapi tanggapan orang-orang sangat bertolak belakang. Kebanyakan tindakannya dalam tubuh Nobuo Koyama dipandang rendah, tidak penting, dan seterusya, sedangkan tindakan yang sama dalam tubuh Takahashi Shinji malah dibilang lucu dan menggemaskan. Misalnya, ketika dulu Nobuo membicarakan kereta model, orang-orang menganggapnya aneh. Tapi ketika hal itu dikatakan Takahashi, para perempuan mendadak jadi mengulik tentang kereta dan bahkan berniat mendirikan klub kereta model. Tanggapan orang-orang itu tidak adil.

Meskipun demikian, pembandingan itu menyadarkan Nobuo akan citra dirinya. Perlahan-lahan dia berpikir ulang tentang dirinya dan orang-orang di sekitarnya. Pada akhirnya dia memiliki citra diri yang lebih positif. Itu berpengaruh pada cara dia memandang dirinya sendiri dan cara dia memandang orang-orang di sekitarnya. Menurut saya, itulah hal yang paling menyentuh dari buku dari Penerbit Haru ini.

Unsur gaib (berpindah tubuh) dalam novel ini adalah sesuatu yang amat vital. Sebab itu memungkinkan hal yang mungkin muskil terjadi dalam kehidupan kita. Coba, seberapa besar kemungkinan orang terabaikan mencicipi kedudukan sebagai pusat sorotan? Padahal dalam novel ini “menggunakan sepatu orang lain” adalah sebuah cara untuk turut merasakan keadaannya, memahami seluk-beluk rasa dan pikiranya, dan pada akhirnya mendialogkannya dengan rasa dan pikiran kita sendiri.

Maka saya kira di situlah letak berartinya The Dead Returns: membuat si terabaikan mencicipi jadi si pusat perhatian, dan membuat si pusat perhatian merasakan kehidupan si terbuang. Pendek kata, menjembatani apa yang mungkin dalam kenyataan tidak terjembatani.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar