Selasa, 03 November 2015

Menoleh Silam Melirik Esok - J.J. Kusni


Judul Buku
:
Menoleh Silam Melirik Esok
Penulis
:
J.J. Kusni
Penerbit
:
Ultimus
Tahun Terbit
:
2009



Lekra, Peristiwa September 1965, PKI, dan Komunis adalah persoalan yang tak habisnya dibahas oleh banyak pihak. Menoleh Silam Melirik Esok adalah salah satu buku yang membahas beberapa aspek tentang persoalan tersebut.

Menoleh Silam Melirik Esok berisi tanggapan rinci J.J. Kusni atas dua tulisan tanggapan Taufiq Ismail atas tulisannya. Bab pertama buku ini adalah tulisan J.J. Kusni tentang pembicaraan dengan Sitor Situmorang seputar gejolak budaya tahun ‘60an. Lalu, disusul oleh dua tulisan tanggapan Taufiq Ismail atas tulisan tersebut –Taufiq memberi pengantar gamblang bahwa dua tulisan itu diniatkan sebagai tanggapannya. Sepuluh bab berikutnya adalah tanggapan rinci Kusni atas dua tulisan tadi. Buku ini ditutup oleh tulisan Kusni yang pernah diterbitkan pada suatu majalah, tulisan tentang Lekra.

Sembilan bab Kusni menanggapi tulisan Taufiq tentang acara diskusi Marxisme-Leninisme dalam Perspektif Budaya yang diadakan di UI pada tahun 2000, sementara satu bab Kusni menanggapi tulisan saran Taufiq tentang cara rekonsilisasi setelah Peristiwa 1965. Dua bab awal adalah penjelasan maksud tanggapan tersebut. Melalui itu Kusni ingin mencari kebenaran dari kenyataan atas hal-hal yang dibahas Taufiq. Tujuh bab selanjutnya adalah tanggapan rinci dan panjang lebar atas alinea dan kadang kalimat dalam tulisan Taufiq. Mulai dari informasi tentang Musyawarah Federasi Teater se-Indonesia pada tahun 1962, sumber Taufiq tentang jumlah korban yang berkaitan dengan komunis, hubungan Lekra dan Pramoedya, aktivitas dan arah Lekra, hubungan Lekra dan PKI, Manifest Kebudayaan, Peristiwa 1965, paham Marxisme, sampai Indonesia sebagai suatu cita-cita. Pada bab kesepuluh Kusni menanggapi dua contoh kasus rekonsiliasi yang dibahas Taufiq, rekonsiliasi Partai Komunis Malaysia dan pemerintah Malaysia dan rekonsiliasi di Afrika Selatan. Sepuluh tulisan Kusni meluas dari tanggapan rinci tentang data dalam tulisan Taufiq, Lekra, paham Marxisme, sampai gagasan tentang Indonesia.

Tanggapan rinci itu adalah bantahan atas pandangan Taufiq tentang hal-hal yang dibahasnya. Lekra tidak memaksakan anggotanya untuk berkarya dengan satu cara yang saklek atau mematuhi satu paham tertentu. Lekra tidak menimang anggotanya dengan kemewahan yang macam-macam. Pram adalah contoh untuk dua kasus ini. Lekra bukan PKI, walaupun sebagian anggota PKI aktif di dalamnya. Penyebab korban berjatuhan bukan paham Marxisme, tapi manusia. Tak ada paham yang tak usang, maka paham-paham berkembang agar bisa tanggap zaman. Peristiwa 1965 bukan perang saudara. Ada kekuatan asing bermain di baliknya. Taufiq Ismail bicara tentang rekonsiliasi dengan korban ’65 tapi sambil tetap mempertahankan kebencian yang buta. Tuduhannya tak berpijak pada data yang jelas. Ketidakjelasan data dan kebencian yang tersirat dalam tulisan Taufiq adalah sasaran bantahan Kusni.

Terlepas dari gagasan di dalamnya, tulisan Kusni dikemas dengan retorika yang matang. Tanggapannya ditulis secara deduktif: dimulai dari hal-hal yang spesifik ada dalam tulisan Taufiq sampai hal-hal luas seperti gagasan tentang keindonesiaan. Kesantunan sangat menonjol di dalamnya, bahkan pada beberapa bagian tampak terasa bersantun-santun ria. Itu disengaja, apalagi kalau mengingat bahwa itu adalah tanggapan atas tulisan Taufiq yang emosional. Kesantunan itu adalah upaya mengimbanginya. Meskipun begitu, dakwaan gamblang muncul juga saat akhirnya Kusni menyimpulkan bahwa Taufiq omong tentang rekonsiliasi tapi sambil mempertahankan kebencian, dan Kusni mempertanyakan kesungguhan Taufiq. Saat membahas Marxisme, yang dianggap lancung keujian dan usang oleh Taufiq, Kusni menanggapinya dengan retoris. Dia bertanya balik, apa paham yang tidak lancung keujian dan usang? Lalu, dia menjelaskan bahwa Marxisme berkembang beragam agar tanggap zaman. Retorika Kusni terasa seperti melayangkan ke langit lalu membanting ke tanah.

Menoleh Silam Melirik Esok adalah sebuah bantahan yang tengil nan cerdik atas pandangan Taufiq Ismail tentang Lekra, PKI, Marxisme, dan Peristiwa ’65.


1 komentar: