Judul Buku
|
:
|
Tiba-Tiba Malam
|
Penulis
|
:
|
Putu Wijaya
|
Penerbit
|
:
|
Cypress
|
Tahun Terbit
|
:
|
1977
|
Keterkaitan antara urusan pribadi dan urusan publik adalah
salah satu topik dalam karya sastra. Salah satu novel yang membahasnya adalah Tiba-Tiba
Malam.
Sehari setelah pesta pernikahannya dengan Utari, Sunatha
berangkat dinas sebagai guru ke Kupang. Utari kecewa. Timbul pertentangan
antara keluarga Sunatha dan keluarga Utari, lalu merembet pada warga sekitarnya.
Dalam keadaan begitu, Ngurah yang kalah cepat dari Sunatha dalam melamar Utari
mendekati Utari. Sementara itu, Subali, ayah Sunatha, jadi sangat dekat dengan
David, seorang bule yang sedang mengamati masyarakat di desa itu. Perubahan
sikap Subali karena pergaulannya dengan David memperpanas posisi keluarga
Sunatha di tengah masyarakat. Perkembangan cerita berkisar pada masalah
tersebut.
Dalam Tiba-Tiba Malam, semangat komunal besar pengaruhnya
terhadap kehidupan pribadi warga yang dilingkupinya. Pandangan warga desa
macam-macam saat Sunatha pergi padahal dia belum mengapa-apakan Utari. Pemantik
pertamanya adalah prasangka Utari dan orang tuanya bahwa Sunatha mengguna-guna
Utari. Martabat keluarga Sunatha kena imbasnya. Keadaan ini diperpanas oleh
Subali yang sering mangkir dari kegiatan desa karena pengaruh David, lambang
orang asing. Perlahan Subali dicekoki pandangan bahwa adat desa menghambat
perkembangan hidupnya sebagai seorang individu. Pertentangan tidak langsung
antara Subali dan adat desa adalah pertentangan individualisme dan semangat
komunal. Pertentangan lainnya adalah pertentangan antara keluarga Sunatha dan
warga desa. Walaupun akhirnya Subali maupun Sunatha menyetujui pandangan
individualis yang dibawa David, mereka menyerah pada adat desa. Dalam Tiba-Tiba
Malam, akhirnya, karena konsekuensinya di tengah masyarakat, individualisme harus
tunduk pada semangat komunal.
Pertentangan itu menimbulkan korban: Sunithi, adik Sunatha,
dan ibunya. Mereka tidak punya andil dalam pemicuan pertentangan tersebut. Ibu
Sunithi jadi sakit-sakitan setelah pertikaian dengan keluarga Utari. Saat
meninggal, penguburannya tidak layak karena keluarganya kena hukum adat. Di
sisi lain, Sunithi jadi perempuan yang tangguh setelah serangkaian tekanan (keluarganya
didakwa menyimpang, pacarnya, Wedha, sempat meninggalkannya, dst.). Sementara
itu, Subali sendiri jadi bisu setelah puncak pemberontakannya. Dalam Tiba-Tiba
Malam, ditekankan imbas pertentangan antara individualisme dan semangat kelompok
pada orang-orang yang tak berdosa.
Pada akhirnya Sunatha merelakan Utari dinikahi Ngurah. Akhirnya,
Sunathalah meminta maaf atas kelakuan keluarganya pada warga desa. Sunatha
hanya muncul pada awal cerita dan baru muncul lagi menjelang akhir cerita. Oleh
karena itu, itu adalah bentuk tanggung jawabnya atas masalah yang ditimbulkannya
di awal cerita. Barangkali tanggung jawabnya itulah yang membuat penulisnya
merelakan Sunatha dapat pengganti Utari pada akhir cerita. Minimnya motif
penyatuan Sunatha dan Sunari, pengganti Utari, jadi bisa dimaafkan karena itu.
Dalam Tiba-Tiba Malam, pada akhirnya tokoh pemicu segala kemelutnya diberi
hadiah oleh penulisnya karena telah bertanggung jawab atas segala kemelut yang
ditimbulkannya.
Sedikit tentang judul buku ini: Tak ada bagian yang
menceritakan masa sebelum Sunatha dan Utari menikah. Paling-paling hanya ada
petunjuk bahwa dulu Ngurah mau melamar Utari tapi keduluan Sunatha. Buku ini hanya
berisi dampak pernikahan Sunatha dan Utari sampai dampak itu diatasi Sunatha. Muncul
kesan bahwa sebelum pernikahan itu tak ada apa pun. Pada awal buku pembaca
langsung ditampar oleh suatu masalah, sebuah malam, yang sampai akhir tak
dijelaskan asal mulanya. Masalah itu terasa tiba-tiba. Judul Tiba-Tiba Malam
mengacu pada ketiba-tibaan yang dirasakan pembaca saat pertama kali ditampar
pokok buku ini.
Tiba-Tiba Malam adalah cerita tentang pertentangan
individualisme dan semangat komunal yang langsung ditamparkan pada pembaca, yang
masa lalunya sengaja tak dijelaskan sampai akhir buku karena ingin menonjolkan
dampaknya.