Judul Buku
|
:
|
Azalea – Hidup Mengejar Ijazah
|
Penulis
|
:
|
Asahan Alham
|
Penerbit
|
:
|
Klik Books
|
Tahun Terbit
|
:
|
2009
|
Meskipun ada sebuah pepatah yang berbunyi ”Kalau tidak bisa
bicara yang baik, lebih baik diam”, tentang Azalea, saya merasa lebih baik
bicara. Meskipun begitu, apa yang akan dibicarakan di sini tidak sepenuhnya
tidak baik sih. Soalnya adalah buku itu kurang impresif. Karena itulah
kesan-kesan yang tersisa dituliskan di sini. Jadi tulisan ini hanya upaya untuk
mengingat.
Dari awal sampai akhir buku bertebaran penggunaan kata
“yang”, kata yang lazim. Masalahnya, penggunaan kata “yang” dalam Azalea
terpengaruh penggunaan kata “which”, “who”, “whose”, dan “whom” dalam bahasa
Inggris. Memang, kalau diterjemahkan ke bahasa Indonesia, kata-kata itu bisa
dipadankan dengan kata “yang”, walaupun tidak persis. Tapi, tulisan yang
harusnya berstruktur bahasa Indonesia, jadi terasa ditulis dalam bahasa
Inggris. Dampaknya, kalimatnya banyak beranak. Itu yang bikin agak kesal.
Untungnya, tentang tata bahasa, hanya itu yang menonjol.
Semua cewek yang akhirnya bergendak dengan Sulaiman adalah
cewek yang diam-diam menggigit. Maya adalah guru bahasa Perancis Sulaiman.
Octaviana adalah teman sekelas yang angkuh. Mira adalah sepupu jauh yang
ternyata suka ‘bertualang’. Zulaiha dan Nurhayati adalah dua perempuan yang
terlibat dalam cinta segi tiga rumit dengan seorang lelaki yang kabur merantau.
Mira, Zulaiha, dan Nurhayati sejak awal bersikap akrab pada Sulaiman, walaupun
akrab yang baik-baik. Sedangkan, awalnya Maya dan Octaviana jutek pada
Sulaiman. Ujung-ujungnya semua kecantol pada Sulaiman. Di antara mereka hanya
Irma saja yang tidak sampai bergendak dengan Sulaiman. Kekhususan ini juga yang
membuat rasa Sulaiman padanya lebih khusus ketimbang pada perempuan yang lain.
Meskipun ada hal lain dalam Azalea, tapi yang terasa
hanyalah persinggahan antara satu perempuan ke perempuan lain. Hanya saja
peristiwa-peristiwa mengalir begitu saja tanpa ada ledakan-ledakan. Bahkan,
kegagalan Irma dalam ujian yang membuat Sulaiman sangat lesu, dan kematian Mira
dan Octaviana terasa datar saja. Paling-paling yang agak mencekam adalah saat
Octaviana dan Maya diperkosa oleh gerombolan dalam perjalanan pulang studi tur
ke Banten. Selebihnya, datar-datar saja.
Sulaiman adalah pemuda yang ingin bebas (dari ikatan
ideologis dan ekonomis kakaknya, dari gelar-gelar yang diberikan padanya
(violist, penyair, dan perenang), dst.), kurang suka terhadap tanggung jawab,
dan tak acuh terhadap banyak hal. Tapi, justru pembawaan itu juga yang
membuatnya merasa tak punya arah. Agaknya pembawaan itu yang ingin dipendarkan
dalam alur cerita Azalea.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar