Setelah Lama Diabaikan, Dia Mendapatkan Perhatian
Judul Buku: The Dead Returns
Penulis: Akiyoshi Rikako
Penerbit: Haru
Penerjemah: Andry Setiawan
Tahun Terbit: 2015
Apakah kamu akan melewatkan kesempatan semacam itu?
Begitulah pertanyaan saya pada diri sendiri di tengah-tengah membaca The Dead Returns karya Akiyoshi Rikako.
Di situ ada orang yang mendapatkan kesempatan untuk secara aman menyelidiki
siapa orang yang membuatnya celaka fatal. Saya bilang “secara aman” karena
kesempatan itu berupa hidup kembali dalam tubuh orang lain setelah peristiwa
celaka tadi. Aman karena si pelaku kemungkinan besar tidak akan mencurigai
upayanya itu.
Kalau Nobou Koyama sih merebut kesempatan itu dengan waspada
dan amarah yang bergulung-gulung. Maka berbekal satu penilaian bahwa orang yang
mencelakakannya adalah teman sekelasnya, anak SMA yang ruhnya masuk ke dalam
tubuh Takahashi Shinji itu melacak pelakunya dengan menjadi murid pindahan di
sekolahnya. Penilaian Nobuo itu didasarkan pada fakta bahwa dia datang ke
lokasi dia ditimpa nasib malang itu karena sebuah surat yang ditemukan di
mejanya di kelas.
Lalu, dia mengulik alibi teman-teman sekelasnya. Tindakan
mencurigakan sejumlah tersangka, dalam bentuk gestur yang kurang meyakinkan
atau berbohong, meningkatkan ketegangan cerita. Tidak lupa dia menyelidiki
motif mereka berdasarkan hubungan dia dengan mereka. Pada titik ini semua upaya
penyelidikan Nobuo berada pada jalur cerita investigasi kasus pembunuhan dengan
latar anak sekolah.
Kejutan yang memutarbalikkan asumsi-asumsi pada awal cerita
adalah salah satu hal ternikmat dalam cerita semacam ini. Sementara pengemasan
kejutannya sendiri amat nikmat, apa-apa yang disiratkan oleh kejutan itu tidak
kalah menyentuhnya. Sebab, di sini kejutan itu memuat pembahasan tentang
riwayat hubungan seseorang dengan orang lain dan prasangka. Sebelum kejadian
naas itu, hubungan Nobuo dan teman-teman sekelasnya memang tidak bisa dibilang
baik-baik saja. Dan semua prasangkanya terhadap teman-teman, bahkan guru dan
ibunya lebih banyak juga disebabkan oleh hubungan mereka yang sejak awal kurang
baik. Sebab, setelah kejutan itu meledak dan kebenaran terkuak, terbukti bahwa
segala dugaannya terbantahkan sama sekali. Di sini prasangka dijadikan alat
untuk meningkatkan ketegangan. Dan saat prasangka itu terbantahkan, maka
meledaklah kejutan itu.
Yang membuatnya lebih sedap adalah persoalan prasangka dan
teknik pemplotan tadi membawa kita masuk ke salah satu topik yang dibawa buku
ini: dampak pengabaian. Di kelasnya Nobuo adalah tipe orang yang kalau tidak
ada pun tidak akan disadari. Sementara itu, pengalaman bersosialisasi yang
terus diingat olehnya tidak begitu menyenangkan. Jadilah dia terbiasa memandang
teman-teman sekelasnya dengan rasa sebal tapi di sisi lain dia ingin dianggap
ada.
Topik ini makin bergema dengan kehadiran Maruyama Miho,
gadis sekelas Nobuo yang bahkan lebih malang. Pada kegiatan-kegiatan kelas,
seperti persiapan festival budaya atau makan bersama saat istirahat, dia sama
sekali tidak diajak padahal dia ada di dekat kumpulan mereka. Keadaan rumah
Maruyama bahkan lebih buruk. Sementara Nobuo diam-diam marah pada mereka,
Maruyama justru hanya bisa pasrah dan kehilangan rasa berharga.
Konsekuensinya justru lebih berbahaya. Ketika ada orang
asing yang menimbulkan rasa berharga dalam dirinya, Maruyama jadi memiliki
waham yang amat keliru tentang orang itu. Dia mendapatkan harapan untuk terus
hidup setelah melihat seorang musisi muda. Tapi, yang awalnya tindakannya
seperti seorang penggemar pada umumnya, lama-lama jadi seperti penguntit yang
amat mengusik. Orang yang sudah terlalu lama diabaikan akan merasa begitu
istimewa hanya dengan perhatian setahi kuku. Tapi karena tidak terbiasa dengan
hal itu, reaksinya membahayakan.
Topik pengabaian tadi dikontraskan dengan peristiwa Nobuo
masuk ke dalam tubuh Shinji. Takahashi Shinji adalah keturunan campuran Jepang
dan orang Kaukasian. Tubuhnya bidang. Dia adalah seorang gitaris dan tukang
berkelahi yang andal. Dia digemari perempuan. Pendek kata, Takahashi Shinji
adalah apa yang bukan Nobuo Koyama.
Dengan berada dalam tubuh Shinji, Koyama mengalami apa yang
sebelumnya tidak dialaminya. Orang tua Shinji menghawatirkannya dengan amat
gamblang. Gadis-gadis di sekolah memperhatikannya, bahkan mengulik informasi
tentang dia. Para jejaka mendekatinya lebih dulu dan bersikap akrab. Dia sempat
kewalahan dengan pengalaman-pengalaman baru itu.
Di sisi lain, dia merasa muak juga dengan itu. Nobuo menilai
bahwa selama berada dalam tubuh Takahashi dia bersikap sebagaimana dirinya
dulu. Tapi tanggapan orang-orang sangat bertolak belakang. Kebanyakan
tindakannya dalam tubuh Nobuo Koyama dipandang rendah, tidak penting, dan
seterusya, sedangkan tindakan yang sama dalam tubuh Takahashi Shinji malah
dibilang lucu dan menggemaskan. Misalnya, ketika dulu Nobuo membicarakan kereta
model, orang-orang menganggapnya aneh. Tapi ketika hal itu dikatakan Takahashi,
para perempuan mendadak jadi mengulik tentang kereta dan bahkan berniat
mendirikan klub kereta model. Tanggapan orang-orang itu tidak adil.
Meskipun demikian, pembandingan itu menyadarkan Nobuo akan
citra dirinya. Perlahan-lahan dia berpikir ulang tentang dirinya dan
orang-orang di sekitarnya. Pada akhirnya dia memiliki citra diri yang lebih
positif. Itu berpengaruh pada cara dia memandang dirinya sendiri dan cara dia
memandang orang-orang di sekitarnya. Menurut saya, itulah hal yang paling
menyentuh dari buku dari Penerbit Haru ini.
Unsur gaib (berpindah tubuh) dalam novel ini adalah sesuatu
yang amat vital. Sebab itu memungkinkan hal yang mungkin muskil terjadi dalam
kehidupan kita. Coba, seberapa besar kemungkinan orang terabaikan mencicipi
kedudukan sebagai pusat sorotan? Padahal dalam novel ini “menggunakan sepatu
orang lain” adalah sebuah cara untuk turut merasakan keadaannya, memahami
seluk-beluk rasa dan pikiranya, dan pada akhirnya mendialogkannya dengan rasa
dan pikiran kita sendiri.
Maka saya kira di situlah letak berartinya The Dead Returns: membuat si terabaikan
mencicipi jadi si pusat perhatian, dan membuat si pusat perhatian merasakan
kehidupan si terbuang. Pendek kata, menjembatani apa yang mungkin dalam
kenyataan tidak terjembatani.