Judul Album
|
:
|
Kewer-Kewer
|
Penyanyi
|
:
|
Libertaria
|
Perusahaan Rekaman
|
:
|
Doggy House Records
|
Tahun Rilis
|
:
|
2016
|
Kewer-Kewer berisi 10 lagu yang memadukan dangdut dan
elektronika dengan lirik tentang masalah sosial dan puji-pujian atas dangdut.
Mari kita mulai dulu dengan membahas liriknya.
Dangdut itu sendiri menjadi topik banyak lagu dalam album
ini. Berkali-kali dinyatakan bahwa dangdut adalah aliran musik yang tidak
lekang oleh waktu dan menjadi sarana ekspresi segala kalangan, dan dengan
demikian, menjadi simbol demokrasi. Dengar saja “DNA”, “Mari-Mari”, “Rakyat
Bergoyang”, dan “Kewer-Kewer”. Berdasarkan keyakinan bahwa dangdut adalah
simbol demokrasi, penulis lirik grup ini kemudian mengembangkannya ke arah yang
lebih politis, seperti yang dinyatakan larik berikut: ‘Bersatu padu tegakkan
keadilan / Rakyat bergoyang tak bisa dikalahkan’ dan ‘Sambil bergoyang kita
rebut kuasa’. Dalam lagu-lagu itu pun diselipkan istilah-istilah, seperti
korupsi, kriminalisasi, dan Gestapu.
Agaknya pengaitan dangdut dan hal-hal politis dalam album
ini adalah ancang-ancang untuk menghadapi lirik-lirik politis yang sama sekali
tidak menyebut-nyebut dangdut. Dengan
melakukan pembingkaian terhadap fenomena miras oplosan dalam “Orang Miskin
Dilarang Mabuk”, grup ini bicara soal keberpihakan pemerintah terhadap orang
kaya sehingga dalam kebijakan-kebijakannya justru malah merugikan orang miskin
yang sudah hidup susah. Lebih blak-blakan lagi sikap menunjuk muka pemerintah
itu ditunjukkan lewat “Interupsi”. Di situ dinyatakan bahwa ‘rakyat itu
majikan’ dan ‘anggota dewan statusnya hanyalah pembantu’. Tapi, agaknya penulis
lirik grup ini pun sangsi sendiri dengan pandangannya tentang pemerintah.
Makanya, pada lagu lain dia menyatakan ‘teruslah bekerja / jangan berharap
kepada negara’. Meskipun begitu, dalam “Nyalakan Api” yang longgar konteksnya,
ada secercah optimisme dalam keadaan yang muram itu.
Barulah sekarang kita bahas sekelumit hal-hal musikalnya.
Di antara sekian banyak unsur dangdut dalam album ini setidaknya
ada tiga yang bisa saya tangkap.
Irama takdungdangdut terasa dalam alunan bas dan bagian perkusinya. Kadang dalam bentuk murninya maupun dengan penambahan atau pengurangan nada dan pemanjangan atau pemendekan durasi nada. Misalnya, dalam frase bas pembuka “Orang Miskin Dilarang Mabuk” atau dalam gendang tebal frase kedua chorus “DNA” yang mengiringi vokal Riris Arista.
Irama takdungdangdut terasa dalam alunan bas dan bagian perkusinya. Kadang dalam bentuk murninya maupun dengan penambahan atau pengurangan nada dan pemanjangan atau pemendekan durasi nada. Misalnya, dalam frase bas pembuka “Orang Miskin Dilarang Mabuk” atau dalam gendang tebal frase kedua chorus “DNA” yang mengiringi vokal Riris Arista.
Frase asikasikjos yang terkenal itu pun mengakhiri frase
beberapa lagu. Pada “Jalur Pantura” frase itu menjembatani perubahan irama perkusi,
sementara pada “Interupsi” frase itu sekadar menjadi akhir frase
verse-nya.
Pemanduan MC lelaki yang enerjik, sebagaimana biasa tampak
dalam video-video konser dangdut di Youtube, membuka “DNA”. Pemanduan itu
seenerjik seruannya saat mengeja “DNA!”, yang bisa jadi berarti zat intisari
dalam tubuh makhluk hidup atau akronim ‘dangdut nang jero ati’, diiringi
pecahan crash drum machine yang memberi penekanan pada tiap hurufnya. Peng-MC-an
yang lebih ala konser rock atau dugem muncul dalam “Mari-Mari” dan
“Kewer-Kewer”.
Sementara itu, drop yang didahului buildup dan sampling drum
break adalah dua dari sekian banyak unsur elektronika dalam album ini.
Drop bertebaran di mana-mana. Tentu saja. Zaman sekarang
memainkan musik elektronika tanpa drop seperti tubuh tanpa jiwa. Sejak “Rakyat
Bergoyang”, lagu pertama yang dibuka dengan suatu kur dengan latar drum machine
yang militeristik, drop sudah muncul. Di situ drop didahului oleh buildup yang
berupa paduan suara desis yang menggerung perlahan dan hentakan cempreng snare
drum machine yang makin lama makin cepat.
Pada “Interupsi” sampling drum break menjadi pengiring suara
perempuan di kuping kiri yang berbunyi ‘gok... sogok... sogok...’ lalu
ditimpali suara lelaki di kuping kanan, ‘Papa minta saham.’ Pada “Teruslah
Bekerja” sampling drum break yang berhenti-berhenti menjadi irama bagi geolan
sintesizer yang terdengar seperti diadaptasi dari lagu “Mojang Priangan”.
Kewer-Kewer adalah penghargaan terhadap dangdut yang
dianggap adaptif secara musikal maupun politis, yang diwujudkan dengan cara
membaurkannya dengan genre lain yang notabene melambangkan kelas sosial
tertentu dan menjadikannya sarana penyampaian gagasan politis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar