Judul Film
|
:
|
Night on Earth
|
Sutradara
|
:
|
Jim Jarmusch
|
Aktor
|
:
|
Winona Ryder, Gene Rowlands, Roberto Benigni, Armin Mueller-Stahl,
Rosie Perez, Giancarlo Esposito, Beatrice Dalle, Issach De Bankole, Paolo
Bonacelli, Matti Pellonpaa, Kari Vaananen, Sakari Kuosmanen, Tomi Salmela
|
Rumah Produksi
|
:
|
Fine Line Pictures
|
Tahun Rilis
|
:
|
1991
|
Pembicaraan apa yang akan muncul antara seorang supir taksi
dan penumpangnya pada suatu malam? Pertanyaan itu dijawab lewat lima varian
dalam Night on Earth. Faktor yang mempengaruhi variasi itu adalah latar
belakang tiap-tiap supir taksi dan penumpangnya. Latar belakang tiap tokoh
membuat pembicaraan mereka terasa lucu betapapun tidak beruntung mereka.
Kelucuan itu muncul dari kontras supir taksi dan penumpang.
Di Los Angeles seorang pencari bakat ditagih rekan kerjanya untuk mendapatkan
seorang aktor. Menurutnya, supir taksinya cocok untuk peran yang dimaksud.
Tapi, saat ditawari, supir taksi itu memilih untuk jadi seorang mekanik, walaupun
diiming-imingi ucapan,”Semua orang ingin jadi bintang film.” Di Paris
lawakannya agak lokal karena main pelesetan. Seorang supir taksi berkebangsaan
Pantai Gading mendapatkan penumpang yang buta. Dalam bahasa Perancis kata untuk
mengacu pada Pantai Gading berhomonim dengan kata yang berarti buta. Sepanjang
jalan sang supir taksi bertanya tentang cara orang buta menikmati beberapa hal
(seks, film, dan mengemudi). Tanggapan nona cantik yang buta itu ketus. Orang
buta bisa menikmati sesuatu lebih melek dan peka ketimbang orang yang bisa
melihat. Setelah nona itu turun, taksi itu tabrakan. Di Roma kontrasnya lebih
kentara. Sang supir taksi adalah seorang “pendosa” yang suka nyerocos,
sedangkan penumpangnya adalah seorang pendeta yang sepanjang perjalanan
kebanyakan diam. Sang supir mendesak membuat pengakuan dosa, padahal pengakuan
dosa harusnya dilakukan secara awanama. Dia mengaku telah bersetubuh dengan
labu, domba, dan istri saudaranya. Sang pendeta kena serangan jantung lalu
meninggal. Kelucuan di Roma dan Paris berasal dari paduan verbal dan fisik,
sementara di Los Angeles verbal.
Kelucuan dalam Night on Earth juga timbul dari kesamaan
antara supir taksi dan penumpang. Seorang supir taksi di Helsinki mendapatkan
tiga penumpang yang mabuk. Satu orang tak sadar. Dua temannya bercerita dengan
kemarahan tentang kesialan beruntun Si Tak Sadar. Dalam sehari dia dipecat,
kehilangan mobilnya, dikecewakan anaknya karena hamil sebelum nikah, dan
diceraikan istrinya. Sang supir menanggapinya dengan bercerita tentang hidupnya
yang lebih sial ketimbang Si Tak Sadar. Dua penumpang itu menangis mendengar
ceritanya. Di vinyet Helsinki nasib sial itu jadi titik pijak kelucuan karena
menyiratkan kesamaan, lalu itu digelembungkan dan diledakkan karena nasib sial
sang supir lebih intens.
Sementara itu, di New York, seseorang asal Jerman Timur yang
baru menjalani hari pertama menjadi supir taksi, mendapatkan penumpang seorang
kulit hitam yang berkali-kali diabaikan taksi lain karena minta diantar ke
Brooklyn. Sang supir kurang bisa mengemudi dan tak tahu jalan, sehingga sang
penumpang mengambil alih kemudi. Mereka saling ledek tentang nama dan topi
ushanka mereka. Sang supir bernama Helmut yang diplesetkan YoYo, sang
penumpang, menjadi helmet (helm). Di tengah jalan YoYo membawa Angela, iparnya,
ke dalam mobil. YoYo dan Angela saling menyerapahi dan saling menyalahkan.
Keadaan ini yang membuat vinyet ini lebih menonjol ketimbang vinyet lain dalam
Night on Earth. Di sini porsi bicara supir taksi lebih sedikit. Helmut menjadi
pengamat yang tak banyak omong atas kota New York dan pertengkaran YoYo dan
Angela. Di vinyet New York supir taksi jadi pendengar keluh kesah penumpangnya.
Dalam Night on Earth, kelengangan malam menjadi saksi kelucuan
sendu dalam interaksi antara supir taksi dan penumpangnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar