Selasa, 09 Mei 2017

Fune wo Amu - Noitamina


Judul Serial
:
Fune wo Amu
Rumah Produksi
:
Noitamina
Sutradara
:
Toshimasa Kuroyanagi
Penulis Naskah
:
Takuya Sato (berdasarkan novel Daitokai karya Shiwon Miura)
Waktu Tayang Asli
:
14 Oktober – 23 Desember 2016 (11 episode)





Membikin kamus itu tidak gampang. Waktu kuliah saja saya gempor juga saat ditugasi untuk mencatat kata-kata pada berlembar-lembar kartu dalam rangka penyusunan kamus. Itu baru kamus kelas tugas kuliah, apalagi kelas kamus sungguhan ala KBBI atau kamus tesaurus Eko Endarmoko dkk.. Saya jadi membayangkan semua itu waktu menonton Fune wo Amu.
Fune wo Amu adalah serial anime yang mengisahkan lika-liku pembuatan kamus. Karena kamus itu dibuat di lingkungan perusahaan penerbitan, bukan hanya soal membuat kamus saja yang ada di dalamnya, melainkan juga masalah-masalah pekerjaan tokoh-tokohnya. Di sana-sini muncul juga masalah pribadi mereka.

Meskipun ada, masalah pribadi tokoh-tokohnya tidak digamblangkan. Kebanyakan ditunjukkan lewat isyarat-isyarat, seperti perubahan penampilan tokoh atau benda-benda. Hubungan percintaan Majime, tokoh utamanya yang kemampuan sosialnya mengkhawatirkan, dan Kaguya, perempuan yang kemudian jadi istrinya, hanya ditampilkan dengan adegan pertemuan pertama mereka lalu beberapa episode kemudian tahu-tahu Majime sudah memakai cincin kawin. Cincin kawin itu dijadikan tanda lompatan waktu sebagaimana kerutan wajah dan rambutnya, dan hape lipat yang ada di episode-episode awal lalu berganti menjadi hape layar sentuh. Contoh lainnya, ibu kos Majime yang pada tengah-tengah seri tahu-tahu sudah menjadi sosok dalam foto di meja altar persembahan. Kematiannya, dan dengan demikian kedukaannya, tidak ditampilkan. Hubungan Nishioka, tokoh utama yang sifatnya bertolak belakang dengan Majime, dan Remi, pacarnya yang tinggal serumah pun hanya ditampilkan secuplik. Tidak terjelaskan kenapa Nishioka sempat tidak ingin mereka terlihat berduaan di depan umum oleh rekan-rekan kantornya. Meskipun demikian, penyembunyian ini tidak membuat masalah pribadi mereka kehilangan gregetnya.

Memang penekanan serial ini adalah upaya Majime dan rekan-rekan di departemen kamus untuk membuat Daitokai atau Jalan Agung, judul kamus mereka. Adegan-adegan yang berkaitan dengan upaya ini dibuat sedemikian mengesankan walaupun dengan penggambaran yang realistis. Misalnya, adegan Majime mengecek kualitas kertas untuk mencetak Daitokai hanya berisi dia membolak-balik kertas, disaksikan oleh orang dari percetakan dan rekan kerjanya. Tapi, kekhusyukan Majime dan ketegangan orang percetakan itu sangat terasa. Contoh lain, adegan Majime menyadari ada satu kata luput dari cetak coba Daitokai. Rasa kaget, terpuruk, kecewa menyeruak intens dari adegan yang hanya berisi Majime diberi tahu soal itu. Memang ada juga adegan-adegan impresionistik yang berisi pelapisan adegan realistis dengan citraan-citraan semacam laut bergolak, badai, huruf-huruf berhamburan, dst. ala-ala anime pada umumnya. Tapi, tetap saja di situ banyak adegan peristiwa sehari-hari yang dibuat impresif.

Bukan hanya pengintensan adegan saja yang digunakan untuk menekankan upaya pembuatan kamus itu, melainkan kendala-kendala lainnya juga. Di tengah jalan perusahaan penerbitannya memotong anggaran proyek itu. Tim Daitokai jadi mesti mengerjakan proyek-proyek lain untuk membiayai proyek utama mereka. Selain itu, Nishioka, yang merupakan jagoan humas tim itu, jadi berupaya untuk mencari dukungan dari para ahli supaya ada kesan proyek Daitokai disokong oleh figur-figur terpercaya sehingga proyek itu tidak dibatalkan. Kendala belum habis. Perusahaan yang menyadari siasat itu lalu memindahkan Nishioka ke bagian humas. Tinggallah Majime satu-satunya pegawai tetap di tim itu dan sekaligus pemimpin sah proyek itu. Pegawai lainnya hanyalah pegawai kontrak walaupun sejak awal sampai akhir tetap bertahan seperti keluarga.


Di sini kemelut yang tiada hentinya itu selalu berhasil diatasi oleh etos ganbaru dan rasa cinta kerja. Majime adalah teladannya. Memang kepribadiannya banyak menghambat kerjanya. Dia peragu, sulit bersosialisasi, dst.. Inilah juga yang sering menimbulkan kendala pribadinya. Tapi, dia punya kecintaan akan kata-kata. Buku-buku menimbun kamarnya sampai-sampai dia perlu mengontrak satu kamar lagi untuk menyimpannya. Berkali-kali juga muncul adegan dia memaparkan definisi suatu kata –yang sering diherani Nishioka saking aneh sikapnya kalau sudah begitu. Sikap inilah yang membuat Araki-san, mantan editor Daitokai, dan Matsumoto-sensei, konsultan ahlinya yang bijaksana, yakin bahwa Majime sebenarnya adalah pekamus tulen. Sikap inilah yang kemudian membuatnya bersungguh-sungguh menggarap Daitokai. Pada gilirannya sikap ini mempengaruhi tokoh-tokoh lain yang pada awalnya tidak terlalu sepenuh hati bekerja: Nishioka menganggap Daitokai hanyalah pekerjaan biasa, bukan sesuatu yang memikat hati sepenuhnya; bahkan pada awalnya Midori, pegawai baru di departemen kamus, merasa tidak kerasan dipindahkan ke departemen kamus karena sudah terbiasa dengan karirnya di bidang majalah busana. Setelah beberapa saat bekerja bersama Majime, mereka terpengaruh juga oleh dedikasi dan etos kerja Majime.

Fune wo Amu memberikan kesan bahwa membuat kamus adalah pekerjaan agung nan keren, dan sebaik-baiknya pekerja adalah yang mencintai pekerjaannya dan berdedikasi. Saya jadi ingin bikin kamus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar