Sabtu, 16 Juli 2016

Orang-Orang Kalah - Najib Kartapati


Judul Buku
:
Orang-Orang Kalah
Penulis
:
Nadjib Kartapati Z.
Penerbit
:
Balai Pustaka
Tahun Terbit
:
1997



Orang-Orang Kalah berisi tikaian kelas menengah ke bawah yang berkaitan dengan pekerjaan, keluarga, barang, atau lingkungannya.

Sebagian tokoh merasa bangga dengan pekerjaannya. Seorang guru menyekolahkan beberapa anak Samin, suku yang dianggap primitif (“Cagar Alam”). Seorang dari kampung datang ke kota dan menjadi pembantu (“Rantai Anjing”). Seorang penyalur beras subsidi pemerintah menemukan cara mujarab agar untung dalam pekerjaannya (“Paceklik”). Tapi, kebanggaan itu runtuh oleh kenyataan yang kemudian mereka hadapi. Ada yang kena tegur atasannya karena dianggap merugikan, ada yang menyadari bahwa pekerjaannya tak seberharga itu, ada yang baru menyadari keluarganya dirugikan oleh pekerjaannya. Kebanggaan mereka akan pekerjaannya rubuh oleh kenyataan yang dihadapi.

Sebagian tokoh merasa benda-benda tertentu penting baginya. Saat tidak memiliki suatu benda, mereka menghadapi masalah. Sepasang suami istri kelimpungan karena anaknya diludahi saat menumpang nonton televisi, benda yang tak dimiliki mereka, di rumah tetangga (“Ning Nong”). Sebelum memiliki jam antik, keluarga seorang satpam tidak dianggap oleh tetangganya yang kebanyakan berprofesi sebagai guru (“Jam Antik”). Seiring dengan penerimaannya atas lelaki lain, seorang janda kehilangan piring bergambar naga yang merupakan peninggalan suaminya (“Piring Naga Timbul”). Di sisi lain, kepemilikan benda tertentu mengantarkan mereka mengalami kemalangan. Sebuah keris direlakan tidak laku karena seniman pemiliknya merasa harga murah berarti tidak menghargai warisan budaya, padahal penjualan keris itu bisa mencukupi kebutuhan keluarganya yang kelewat miskin (“Seniman Keris”). Seorang tukang sol sepatu sakit karena sepeda tuanya ditukar paksa dengan motor oleh anaknya (“Penyakit Ayahku”). Saking pentingnya benda-benda tersebut mereka tetap mengalami masalah baik kalau mereka memilikinya maupun tidak memilikinya.
Sebagian tokoh ditekan oleh lingkungannya. Seorang pegawai merasa diinjak-injak oleh atasannya yang merupakan teman masa kecilnya (“Kandang Trenggiling”). Seorang ilmuwan merasa malu karena keadaan terkini kampung halamannya yang dibanggakannya pada temannya yang seorang bule ternyata berkebalikan dengan yang dikatakannya (“Kampung yang Kusanjung”). Seorang wartawan di satu sisi dituntut untuk segera menunaikan tugasnya, sedangkan di sisi lain dituntut untuk menolong seorang korban kecelakaan (“Sang Wartawan”). Seorang tukang parkir mengingat masa dia terlibat dalam pembersihan PKI saat melihat orang yang pernah digerebeknya (“Pak Mudrik Tokoh Itu”). Pada akhirnya mereka hanya bisa pasrah dihanyutkan tekanan itu.

Sebagian tokoh dipusingkan oleh keadaan anaknya. Seorang suami terpaksa menyekolahkan anaknya di tempat jauh karena istrinya merasa lingkungan rumah mereka bukan lingkungan yang baik (“Surat Panggilan”). Seorang istri mengeluh pada suaminya bahwa anak mereka daripada dengan mereka malah lebih dekat dengan orang lain yang ternyata tak mampu bertemu lagi dengan anaknya (“Persahabatan”). Seorang pawang monyet dan tukang obat keliling terpaksa berjualan di tempat terlarang demi membeli kain kafan untuk anaknya sehingga ditangkap aparat (“Pariman yang Malang”). Tindakan yang dilakukan orang-orang tua untuk mengatasi keadaan anaknya membuat dirinya atau anaknya mengalami kemalangan.

Tokoh-tokoh dalam kumpulan cerpen ini adalah Orang-Orang Kalah oleh keadaan keluarganya, tekanan lingkungan, keterikatan dengan benda-benda, dan rubuhnya kebanggaan atas pekerjaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar