Judul Buku
|
:
|
Orang-Orang Kalah
|
Penulis
|
:
|
Nadjib Kartapati Z.
|
Penerbit
|
:
|
Balai Pustaka
|
Tahun Terbit
|
:
|
1997
|
Orang-Orang Kalah berisi tikaian kelas menengah ke bawah yang
berkaitan dengan pekerjaan, keluarga, barang, atau lingkungannya.
Sebagian tokoh merasa bangga dengan pekerjaannya. Seorang
guru menyekolahkan beberapa anak Samin, suku yang dianggap primitif (“Cagar
Alam”). Seorang dari kampung datang ke kota dan menjadi pembantu (“Rantai
Anjing”). Seorang penyalur beras subsidi pemerintah menemukan cara mujarab agar
untung dalam pekerjaannya (“Paceklik”). Tapi, kebanggaan itu runtuh oleh
kenyataan yang kemudian mereka hadapi. Ada yang kena tegur atasannya karena
dianggap merugikan, ada yang menyadari bahwa pekerjaannya tak seberharga itu,
ada yang baru menyadari keluarganya dirugikan oleh pekerjaannya. Kebanggaan
mereka akan pekerjaannya rubuh oleh kenyataan yang dihadapi.
Sebagian tokoh merasa benda-benda tertentu penting baginya. Saat
tidak memiliki suatu benda, mereka menghadapi masalah. Sepasang suami istri
kelimpungan karena anaknya diludahi saat menumpang nonton televisi, benda yang
tak dimiliki mereka, di rumah tetangga (“Ning Nong”). Sebelum memiliki jam
antik, keluarga seorang satpam tidak dianggap oleh tetangganya yang kebanyakan
berprofesi sebagai guru (“Jam Antik”). Seiring dengan penerimaannya atas lelaki
lain, seorang janda kehilangan piring bergambar naga yang merupakan peninggalan
suaminya (“Piring Naga Timbul”). Di sisi lain, kepemilikan benda tertentu
mengantarkan mereka mengalami kemalangan. Sebuah keris direlakan tidak laku
karena seniman pemiliknya merasa harga murah berarti tidak menghargai warisan
budaya, padahal penjualan keris itu bisa mencukupi kebutuhan keluarganya yang
kelewat miskin (“Seniman Keris”). Seorang tukang sol sepatu sakit karena sepeda
tuanya ditukar paksa dengan motor oleh anaknya (“Penyakit Ayahku”). Saking
pentingnya benda-benda tersebut mereka tetap mengalami masalah baik kalau
mereka memilikinya maupun tidak memilikinya.
Sebagian tokoh ditekan oleh lingkungannya. Seorang pegawai
merasa diinjak-injak oleh atasannya yang merupakan teman masa kecilnya (“Kandang
Trenggiling”). Seorang ilmuwan merasa malu karena keadaan terkini kampung
halamannya yang dibanggakannya pada temannya yang seorang bule ternyata
berkebalikan dengan yang dikatakannya (“Kampung yang Kusanjung”). Seorang
wartawan di satu sisi dituntut untuk segera menunaikan tugasnya, sedangkan di
sisi lain dituntut untuk menolong seorang korban kecelakaan (“Sang Wartawan”).
Seorang tukang parkir mengingat masa dia terlibat dalam pembersihan PKI saat
melihat orang yang pernah digerebeknya (“Pak Mudrik Tokoh Itu”). Pada akhirnya
mereka hanya bisa pasrah dihanyutkan tekanan itu.
Sebagian tokoh dipusingkan oleh keadaan anaknya. Seorang
suami terpaksa menyekolahkan anaknya di tempat jauh karena istrinya merasa
lingkungan rumah mereka bukan lingkungan yang baik (“Surat Panggilan”). Seorang
istri mengeluh pada suaminya bahwa anak mereka daripada dengan mereka malah
lebih dekat dengan orang lain yang ternyata tak mampu bertemu lagi dengan
anaknya (“Persahabatan”). Seorang pawang monyet dan tukang obat keliling
terpaksa berjualan di tempat terlarang demi membeli kain kafan untuk anaknya
sehingga ditangkap aparat (“Pariman yang Malang”). Tindakan yang dilakukan
orang-orang tua untuk mengatasi keadaan anaknya membuat dirinya atau anaknya
mengalami kemalangan.
Tokoh-tokoh dalam kumpulan cerpen ini adalah Orang-Orang
Kalah oleh keadaan keluarganya, tekanan lingkungan, keterikatan dengan
benda-benda, dan rubuhnya kebanggaan atas pekerjaannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar