Judul Film
|
:
|
Four Rooms
|
Sutradara
|
:
|
Quentin Tarantino, Robert Rodriguez, Alexandre Rockwell, Allison
Anders
|
Aktor
|
:
|
Tim Roth, Antonio Banderas, Jennifer Beals, Madonna, dst
|
Rumah Produksi
|
:
|
A Band Apart
|
Tahun Rilis
|
:
|
1995
|
Ted adalah sorotan utama dalam Four Rooms. Dia adalah
seorang bellhop (pesuruh hotel). Sepanjang film kita menyaksikan dia bertugas
malam pertama pada suatu malam tahun baru, mengatasi keganjilan tamu di empat
kamar. Cara Tim Roth memerankan Ted tak kalah ajaibnya. Cara jalannya kadang mirip
seperti cara jalan Jim Carrey saat menjadi The Mask. Mimiknya saat marah dibuat
seberlebihan mungkin sehingga terasa menggelikan, sementara kalau diam, dia
tampak seperti seorang bisu pemalu. Kadang juga logatnya dibuat
ke-british-british-an. Pemeranan yang tidak wajar ini membuat Ted mencolok.
Sementara itu, sayang sekali dua dari empat kamar yang
dilayani Ted berisi kisah yang kurang greget. Segerombolan penyihir (dalam arti
sebenarnya) berusaha membangkitkan kembali leluhur mereka yang terjebak di
suatu kamar, tapi terhambat karena satu bahan ramuannya tidak tersedia
gara-gara kecerobohan seorang penyihir. Bahan ramuan yang hilang itu adalah air
mani. Maka saat Ted melayani kamar itu, dia dikerjai. Meskipun hanya pada kisah
kamar itu Ted merasa senang, kisah itu benar-benar kering dan gampangan. Segmen
itu hanya menjual kebugilan beberapa cewek penyihir, kemontokan badan Madonna
yang dibalut latex hitam, serta tingkah sundal tokoh yang diperankan penyanyi
tersohor itu. Upacara, yang berisi tarian bugil aneh dan rapalan mantra, tampak
konyol, apalagi saat seorang penyihir menyemburkan api dari mulutnya (lewat
efek spesial) karena kaget.
Sementara itu, Kekeringan lainnya terjadi pada kisah di kamar
Siegfried dan Angela. Ted terdampar di sana gara-gara salah masuk kamar. Maka
dia terjebak dalam sandiwara perselingkuhan mereka sebagai orang yang dituduh
berselingkuh dengan Angela. Siegfried bertingkah seperti seorang suami sakit
jiwa pencemburu, sementara Angela bertingkah manipulatif. Ada kejutan dalam
segmen ini: Siegfried mencium Ted setelah Ted marah-marah, dan Angela
menyebutkan beragam panggilan untuk penis seakan-akan merapal mantra. Walaupun
kalimat selamat datang Siegfried pada Ted bisa jadi kalimat yang khas, secara
keseluruhan segmen ini hanya seperti orang meracau.
Di kamar lain Ted mendapat tugas tambahan untuk mengasuh dua
anak Antonio Banderas. Mereka anak bandel. Si bocah lelakilah yang paling
bandel. Dia curi-curi menonton saluran khusus dewasa, merokok, dan minum
alkohol. Muncullah pistol Chekov: bau. Awalnya si bocah perempuan menuduh bau
itu berasal dari kaos kaki si bocah lelaki. Seiring kekacauan yang dibuat para
bocah, terkuaklah satu per satu petunjuk tentang muasal bau. Ternyata itu
berasal dari mayat di balik ranjang. Tapi itu bukan puncaknya. Puncaknya adalah
saat para bocah rusuh gara-gara mayat, Ted kalang kabut mengatasi masalah itu,
Antonio Banderas pulang dari pesta tahun baru. Segmen “The Misbehavers” ini
unggul dalam pembangunan ketegangan, sehingga saat klimaks, ledakannya semeriah
mercon yang tampak dari jendela kamar TKP.
Segmen terakhir, disutradarai Tarantino, berlatar di griya
tawang hotel tersebut. Ted dipanggil ke sana untuk mengantarkan pesanan yang
aneh: tatakan besar, pisau, jarum, seember es, dan segulung besar benang. Awal
segmen ini adalah perkenalan para tokoh (Angela muncul lagi dengan tempramen
yang lebih waras) dan racauan sembarang khas Tarantino (kali ini tentang film
dan rasa minuman keras) yang disajikan lewat satu opname panjang (long take)
yang dinamis. Sepanjang itu Ted disambut seakan-akan adalah dia karib Chester Rush
(Tarantino), penyewa griya tawang. Lalu, yang ditunggu-tunggu tiba juga: Ted
diminta untuk jadi juru pancung dalam taruhan antara Chester dan Norman.
Taruhannya seperti taruhan dalam sebuah film Hitchcock: Kalau Norman bisa
menyalakan Zippo-nya sepuluh kali berturut-turut tanpa putus, maka dia berhak
mendapatkan mobil Chester. Sebaliknya, kalau gagal, maka kelingkingnyalah yang
putus. Ted ragu dan Chester sampai mesti mengiminginya uang lumayan banyak.
Akhirnya Ted setuju. Norman gagal. Tangannya putus. Ted pergi setelah mengambil
upahnya seakan-akan tak terjadi apa-apa. Laju ketegangan sampai puncak
kekacauan yang gila dalam segmen “The Man From Hollywood” ini secepat kilat,
sehingga penonton bisa saja masih tertawa saat melihat Chester cs kalang kabut
mengurusi Norman yang terluka.
Saat menonton Four Rooms, saya merasakan perasaan Ted Si
Pesuruh. Kadang tamu memuakkan, kadang juga menyenangkan. Toh, semenyebalkan
apa pun tamu itu, seberapa pelit pun tamu itu, kita tetap akan mendapatkan gaji.