Judul Komik
|
:
|
Kampung Boy & Town Boy
|
Penulis
|
:
|
Lat
|
Penerjemah
|
:
|
Winda Veronica Silalahi
|
Penerbit
|
:
|
Kepustakaan Populer Gramedia
|
Tahun Terbit
|
:
|
2012
|
Entah kenapa aku suka terpikat oleh arsitektur rumah
panggung. Makanya, saat membaca Kampung Boy, aku sangat menikmati
rancangan-rancangan rumah panggung di kampung Lembah Kinta, walaupun dalam
komik itu semua digambar dengan gaya sketsa. Apalagi rumah panggung di situ
dibikin tinggi-tinggi. Aku membayangkan diriku menjelajahi rumah-rumah itu
layaknya Lat yang masih balita.Tanah di kolong rumah terasa sangat lapang. Bagian
dalam rumah pun terasa enak untuk lesehan. Jadi berangan-angan suatu saat
membangun rumah serupa, walaupun musykil juga dibangun di daerah perkotaan yang
berdempetan. Memang, dalam Town Boy, akhirnya Lat sekeluarga pindah ke kota
Ipoh, ke sebuah kompleks perumahan murah yang rumahnya adalah rumah panggung.
Tapi, bangunan-bangunan di pusat kota Ipoh bergaya rumah tembok. Aku jadi ingat
bangunan daerah Otto Iskandardinata dan Braga.
Kontras lainnya antara Kampung Boy dan Town Boy adalah gaya
penceritaannya. Masa-masa Lat tinggal di kampung diceritakan dengan sudut
pandang orang ketiga. Bahkan, ketika Lat sudah mulai main dengan teman-teman
ngajinya, dan sekolah. Satu-satunya balon kata dalam Kampung Boy ada pada
bagian ayahnya memberitahu tentang tanah warisan. Panel-panelnya pun datar.
Banyak sekali halaman yang hanya berisi satu panel. Itu membuat kisah dalam
Kampung Boy terasa seperti sebuah kesan samar atas kenangan masa kanak-kanak.
Sedangkan, dalam Town Boy, peristiwa banyak diceritakan lumayan rinci. Banyak halaman
berisi serangkaian panel. Di situ pun Lat remaja yang pada masa kanak-kanak
digambarkan sangat pendiam tampak lebih bersosialisasi. Dia banyak ngobrol
dengan teman-temannya. Bahkan, dia sempat nongkrong berdua dengan seorang
perempuan sebaya.
Kampung Boy adalah serangkaian potongan peristiwa singkat
tentang masa kanak-kanak, sementara Town Boy tentang masa remaja. Masa remaja
masa menggebu-gebu sekaligus lebih gelisah (tengoklah kisah persahabatan antara
Lat dan Franki), sedangkan masa kanak-kanak terasa ceria dengan selingan
kenakalan-kenakalan kanak-kanak walaupun ada satu peristiwa yang memberi
kesenduan pada masa itu. Membaca Kampung Boy dan Town Boy terasa seperti saat
melihat sosok Lat balita: menggemaskan.