Judul Buku
|
:
|
Pada Suatu Hari
|
Penulis
|
:
|
Alinafiah Lubis
|
Penerbit
|
:
|
Khazanah Bahari
|
Tahun Terbit
|
:
|
2010
|
Pada Suatu Hari berisi perkembangan taraf hidup tiga pemuda
penduduk Bandung yang berbeda latar belakang sosial dan ekonomi.
Tiga pemuda itu adalah Lugud, Wawan, dan Sanusi. Wawan
adalah seorang mahasiswa kedokteran Unpad. Dia tinggal di Cikaso dengan ibunya
yang pedagang gorengan. Sanusi adalah seorang mahasiswa akuntansi Unpad. Dia
tinggal di Sukajadi bersama adik dan dua orang tuanya. Bapaknya adalah pegawai
Kotapraja Bandung. Sanusi dan Wawan
lebih sering menginap di kontrakan Lugud di Kebon Bibit, dekat Balubur. Lugud
sendiri adalah seorang pendatang dari Medan. Pada bab-bab awal dia menjadi
yatim-piatu setelah ibunya meninggal di Medan. Mereka bersahabat sejak SMA.
Di antara ketiganya Lugudlah yang paling disorot sepanjang
cerita. Mula-mula masalah pekerjaannyalah yang disorot. Dua sahabatnya kuliah
sedangkan Lugud menganggur. Pak Wardja, bapak Sanusi, menawarkan pekerjaan di
Kotapraja tapi ditolak. Lugud sempat berniat melamar kerja di Bapindo tapi
batal. Akhirnya, dia menjadi wartawan. Setelah lumayan lama, dia berhenti, lalu
menjadi pegawai perusahaan swasta, bahkan diangkat menjadi kepala bidang
informasinya. Sementara itu, pekerjaan Wawan dan Sanusi kemudian hanya dibahas
sekilas. Wawan dinas dokter tentara di Bogor. Sanusi kerja sebagai akuntan
PELNI. Perkembangan pekerjaan itu berimbas juga pada taraf ekonomi Lugud. Pada
awalnya dia hanya mengontrak di Kebon Bibit. Setelah cukup punya uang, dia
pindah ke Antapani. Dia pun membeli mobil Land Rover. Percintaan Lugud pun dibicarakan
cukup panjang dan dengan rasa yang bercampur antara lucu dan melodramatis,
khususnya di bab-bab akhir, saat Lugud merasa mabuk kepayang karena Naida, adik
Sanusi.
Bukan hanya porsi pembahasan tentangnya saja yang banyak,
melainkan peran Lugud pun besar bagi tokoh-tokoh lain. Dia memberi gagasan
penting bagi perkembangan usaha dagang gorengan Wawan dan ibunya. Pada keluarga
Sanusi lebih banyak lagi jasa Lugud. Saat Pak Wardja sakit, Wawan banyak
membantu secara keuangan dan tenaga. Lugud juga menyelamatkan Naida dari
seorang kenalannya di perusahaan apoteknya yang hendak menjahanaminya. Lugud
berjasa banyak bagi tokoh-tokoh lain sehingga dia disenangi.
Meskipun pada akhirnya muncul kesan bahwa buku ini berfokus
pada pengaruh Lugud bagi tokoh-tokoh lain, cara penyampaian buku ini tidak
memunculkan kesan adanya suatu masalah yang disasar. Alurnya dibuat hanyut
begitu saja dari hari ke hari yang dialami tokoh-tokohnya, bahkan pada persoalan
yang lazim diklimakskan, seperti hubungan cinta Lugud dan Naida. Pembaca
seperti dibiarkan terus membaca sambil berharap akan muncul suatu peristiwa dramatis.
Kecuali menjelang akhir cerita, buku ini lebih sering berisi rangkaian
peristiwa keseharian saja: orang bertamu ke rumah temannya dan membicarkan
topik-topik sambil lalu atau seseorang meminta temannya ditemani ke suatu
tempat. Alur buku ini datar.
Kelemahan komposisional lain buku ini adalah ketidaklogisan
tindakan tokohnya. Paling kentara hal ini tampak pada masalah percintaan Lugud
dan Naida. Pada awalnya Naidalah yang duluan jatuh cinta pada Lugud. Tapi Lugud
menolak secara tidak langsung karena menganggap Naida sebagai adiknya sendiri.
Pada masa-masa ini Naida merasa penolakannya berhubungan juga dengan kehadiran
Mingly, kenalan Lugud dari Jakarta, padahal saat bertemu Mingly, Naida juga
bertemu dengan tunangan Mingly. Lalu, jauh kemudian keadaan berbalik. Lugud
jatuh cinta pada Naida karena intensitas pertemuan mereka. Naida menolaknya.
Tapi, dalam penolakannya itu, peristiwa sebelumnya itu seakan tidak pernah
terjadi. Disebut-sebut kembali tidak. Diisyaratkan pun tidak. Justru, menurut
keluarganya, penolakan itu disebabkan oleh sifat keras hati dan kemandirian
Naida.
Terlepas dari kelemahan komposisional semacam itu, buku ini
memberikan gambaran geografis yang menarik tentang Bandung dan secuplik gaung
peristiwa historis. Lewat rumah-rumah tokoh-tokohnya, pembaca dibawa berkeliling
Bandung. Tentu yang paling sering dibahas adalah daerah rumah tokoh-tokohnya.
Selain itu, banyak juga mereka mendatangi tempat wisata. Dari Situ Aksan, Kolam
Renang Cihampelas, Ciater, Alun-Alun Bandung, sampai tempat-tempat hiburan di Cicadas
tahun 60-70an. Pada awal-awal buku sempat muncul isyarat tentang peristiwa G30S
dan kabar tentang devaluasi rupiah.
Sebagaimana judulnya, buku ini berisi kisah Pada Suatu Hari
hidup seseorang yang berjasa banyak bagi orang-orang di sekitarnya, yang
sayangnya dihinggapi kelemahan-kelemahan komposisional, padahal jarambah
Bandung tahun 60-70an yang terjadi di sela-selanya sangat menjanjikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar