Judul Buku
|
:
|
Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia
|
Penulis
|
:
|
Ajip Rosidi
|
Penerbit
|
:
|
Binacipta
|
Tahun Terbit
|
:
|
1986 (terbit pertama: 1969)
|
Sastra Indonesia memiliki sejarah. Ikhtisar Sejarah Sastra
Indonesia adalah salah satu buku yang membahas persoalan tersebut.
Pembahasan sejarah sastra Indonesia, pokok buku ini, dibagi
menjadi dua bagian yang dibagi lagi ke dalam beberapa bagian. Bagian pertama
adalah Periode Kelahiran yang mencakup tahun 1900 sampai 1945. Jangka itu
dibagi menjadi tiga, yakni periode 1900 sampai 1933, periode 1933 sampai 1942,
dan periode 1942 sampai 1945. Periode ini diawali oleh masa pendirian
perusahaan cikal bakal Balai Pustaka, dan diakhiri oleh tahun proklamasi
Indonesia. Bagian kedua adalah Periode Perkembangan yang mencakup tahun 1945
sampai 1968 –ingat, buku ini diterbitkan pada tahun 1969. Jangka itu dibagi
menjadi tiga juga, yakni periode 1945 sampai 1953, periode 1953 sampai periode
1961, dan periode 1961 sampai sekarang (masa buku ini terbit pertama kali).
Periode ini berakhir pada pembahasan masa beberapa tahun setelah peristiwa ’65.
Sebelum bagian pokok, buku ini didahului oleh pengantar yang berisi pembahasan
tentang sastra Indonesia dan sastra daerah, dan perkembangan sastra sebelum
itu. Setelah bagian pokok, secara singkat perkembangan telaah sastra, hadiah
sastra, dan masalah angkatan dibahas. Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia
membahas sejarah sastra Indonesia dari tahun 1900 sampai tahun 1968.
Periodisasi dalam buku ini didasarkan pada keadaan suatu
zaman, kata penulisnya. Memang tiap bab pun dimulai oleh pembahasan gambaran
keadaan. Periode 1900-1933 dilatari oleh dampak politik etis Belanda, pendirian
Comissie voor de Volkslectuur dan “Bacaan Liar”. Periode 1933-1942 dilatari
oleh polemik kebudayaan dalam majalah Pujangga Baru dan kebangkitan nasional.
Periode 1942-1945 dilatari oleh propaganda Jepang di bidang budaya. Periode
1945-1953 dilatari oleh pembahasan tentang Angkatan ’45. Periode 1953-1961
dilatari oleh polemik krisis sastra dan sastra majalah. Periode 1961-1968
dilatari oleh polemik Lekra dan Manikebu yang dikaitkan dengan pertentangan
politik masa itu. Kadang keadaan suatu periode mengacu pada keadaan politik dan
sosial (periode 1900-1933, 1942-1945, dan 1961-1968), kadang juga mengacu pada keadaan
intern sastra Indonesia (periode 1933-1942, 1945-1953, dan 1953-1961). Agar
lengkap mestinya pembahasan keadaannya meliputi keadaan politik dan sosial
maupun keadaan intern sastra Indonesia. Keadaan suatu periode yang diacu dalam Ikhtisar
Sejarah Sastra Indonesia kurang menyeluruh.
Tiap bab mengandung pembahasan tentang penulis-penulis pada
suatu zaman. Pada bab tertentu penulis tertentu dibahas pada bagian tersendiri.
Misalnya, pada periode 1900-1933 pembahasan Sanusi Pane, Rustam Effendi, dan
Muhammad Yamin dijadikan satu bab tersendiri. Pada bab lain terdapat bab “Tokoh”,
misalnya “Tokoh-Tokoh Pujangga Baru” dan “Beberapa Tokoh” Angkatan ’45. Bab
lain berisi bagian yang berjudul “Beberapa Pengarang”, “Beberapa Penyair”,
bahkan ada bagian yang diembel-embeli kata “Lain”. Karya penyair atau pengarang
“Tokoh” dibahas panjang lebar, walaupun kadang tak panjang, hanya sinopsis atau
penyantuman puisinya. Penulis “Lain” disebut nama dan judulnya saja, bahkan
kadang disebut hanya namanya. Selain itu, perempuan yang menulis selalu dibahas
pada bab tersendiri yang selalu ditempatkan di akhir-akhir bab. Secara
konsisten mereka di bahas pada bagian berjudul “Para Pengarang Wanita”. Kerincian
pembahasan penulis tertentu ketimbang penulis “lain” menyiratkan adanya
pengkultusan atau kanonsisasi dalam Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia.
Sementara itu, ada juga bab yang pembahasannya menyatakan
beberapa lingkungan sastra pada suatu zaman, misalnya lingkungan Comissie voor
de Volkslectuur dan Bacaan Liar (periode 1900-1933), lingkungan Pujangga Baru,
roman Medan dan Surabaya, dan penyair Sumatra (periode 1933-1942), dan
lingkungan Lekra, keagamaan, dan Manifes (periode 1961-1968). Sedangkan, bab
lain tidak menunjukkan adanya kejamakan lingkungan penulis. Paling-paling
lingkungannya hanya penulis “tokoh” dan penulis “lain”. Pertanyaannya: apakah
pada periode lain hanya ada satu lingkungan penulis? Jika jawabannya adalah
tidak, maka barangkali musababnya adalah ketersediaan data. Terlepas dari itu,
beberapa bab dalam Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia menunjukkan kehadiran
beberapa lingkungan penulis dalam suatu zaman.
Buku ini ditulis tak lama setelah peristiwa ’65.Pengaruh
polemik sastra tahun ‘60an terasa di dalamnya. Buku ini menunjukkan keberpihakkannya.
Kepindahan Rivai Apin ke Lekra dibahas dengan nada mencibir. Buku puisi Zaman Baru Sitor Situmorang yang
diterbitkan oleh penerbit Lekra dianggap jauh lebih rendah mutunya ketimbang
karyanya yang lain. Kiprah Pramoedya sebagai redaktur lembar budaya Bintang Timur dihakimi. Puisi H.R.
Bandaharo dianggap kurang bermutu. Keberpihakkannya dikentarakan oleh bab
khusus tentang Manifes Kebudayaan. Di tengah polemik Manifes Kebudayaan dan
Lekra Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia adalah buku yang condong ke arah
Manikebu.
Karena ketersediaan data dan keberpihakannya, Ikhtisar
Sejarah Sastra Indonesia menjadi buku sejarah sastra Indonesia yang sayangnya pembahasan
latar belakang suatu periodenya kurang menyeluruh, yang pengkultusannya
kentara, dan condong ke Manikebu.