Judul Buku
|
:
|
Keberanian Manusia
|
Penulis
|
:
|
Motinggo Busye
|
Penerbit
|
:
|
Balai Pustaka
|
Tahun Terbit
|
:
|
1988
|
Jangan nilai buku dari sampulnya. Barangkali itulah ungkapan
yang tepat untuk menggambarkan kumpulan cerpen ini. Cerpen yang jadi judul buku
ini mengandung tema yang menyimpang dari cerpen-cerpen lain. Meskipun begitu,
seluruh cerpen dalam Keberanian Manusia mengandung suasana yang tergambarkan
oleh sampulnya: Awan hitam di langit kelabu dan siluet daratan berwarna merah
kejinggaan.
Kecuali cerpen Keberanian Manusia, cerpen-cerpen dalam buku
ini bercerita tentang hubungan
laki-perempuan. Tuhan dengan Suatu Malam dan Senjata bercerita tentang
perselingkuhan. Seorang tentara meminta bantuan seorang asing untuk membunuh
selingkuhan istrinya. Seorang penjaga palang pintu sepur mengajak kawin seorang
mantan pelacur setelah membunuh istri dan selingkuhan istrinya. Tukang Grafir,
Kota Kami Dulu, dan Lima Belas Tahun Tidak Lama bercerita tentang perkawinan.
Seorang tukang grafir yang khawatir anaknya akan jadi perawan tua tidak sengaja
bertemu dengan seorang lelaki yang hendak menikahi anaknya. Seorang kakak
menuntut pertanggungjawaban temannya karena menghamili adiknya. Seorang tukang sepatu
tua melamar seorang gadis yang diperhatikannya selama lima belas tahun. Pisau
Karton dan Amini bercerita tentang kebujangan. Seorang aktor yang membujang
teringat pada masa kecilnya, pada ayahnya yang aktor, dan pada ibunya yang
cemberut karena pekerjaan ayahnya. Seorang janda yang disyaki orang-orang
disekitarnya ditaksir seorang tukang pos yang pemalu. Restoran Masih Buka dan
Mainan Keluarga bercerita tentang cinta yang kandas. Seorang pelukis mantan
mayor menyimpan dendam pada seorang perempuan karena lamarannya pernah ditolak
orang tua perempuan itu. Setelah upaya keras, seorang pebisnis sawit menikah
dengan seorang perempuan yang ibunya ternyata mantan pacar bapaknya. Kecuali
cerpen yang berjudul sama dengan kumpulan cerpen ini, cerpen-cerpen dalam
Keberanian Manusia berisi kisah tentang perselingkuhan, perkawinan, dan
kebujangan.
Cerpen-cerpen dalam buku ini mengandung beragam suasana. Ada
yang berubah, ada juga yang tetap. Tukang Grafir, Kota Kami Dulu, dan Lima
Belas Tahun Tidak Lama adalah cerita yang beralih dari muram ke terang. Seorang
tukang grafir akhirnya lega setelah bertemu dengan lelaki yang hendak melamar
anaknya. Meskipun begitu, hal ini bisa saja keliru, karena itu adalah tafsiran
tukang grafir itu. Dia menafsir demikian karena nama perempuan yang hendak
dilamar lelaki itu mirip dengan nama anaknya dan keterangan ponakannya tentang
lelaki yang mengencani anaknya. Tak ada penggambaran tersurat apakah orang yang
dimaksud adalah anak tukang grafir itu. Oleh karena itu, di sisi lain, cerita
ini bisa dianggap ngambang. Sementara itu, seorang kakak akhirnya mendapatkan
kepastian dari temannya bahwa dia akan menikahi adiknya yang dihamilinya. Lalu,
setelah lima belas tahun, akhirnya seorang tukang sepatu tua melamar seorang
gadis yang sejak anak-anak diperhatikannya. Pisau Karton dan Senjata adalah cerita
yang berubah dari muram ke temaram yang menyayat. Setelah mengingat masa kecil
dan hubungan orang tuanya, dan membandingkan keadaan dirinya dengan lakon yang
dia mainkan, seorang aktor membayangkan seorang perempuan mengajaknya bicara.
Seorang tentara meminta seorang asing untuk menembak selingkuhan istrinya
karena ternyata tangannya buntung. Restoran Masih Buka, Mainan Keluarga, dan
Amini adalah cerita dengan sentuhan canda. Seorang pemilik restoran lempeng
saja menyaksikan perang dingin seorang pelukis dan mantan pacarnya. Seorang
pebisnis sawit berkelakar tentang kegagalan almarhum bapaknya menikahi ibu
istrinya dahulu. Seorang tukang pos begitu gugup akan janda yang ditaksirnya
sampai-sampai dia memungkiri surat yang diam-diam dia berikan padanya.
Keberanian Manusia adalah kumpulan cerpen yang berisi perubahan dari muram ke
terang, muram ke gelap menyayat, dan sentuhan canda.
Cerpen Keberanian Manusia sendiri berisi suatu perbandingan
dari sudut pandang seorang anak. Dia membandingkan tindakan seorang manusia
(pamannya) dan gerombolan monyet pada masa perang dunia kedua. Pamannya melawan
karena kelaparan dan dipaksa kerja oleh Jepang. Gerombolan monyet itu menjarah
kota karena habitat mereka dibumihanguskan oleh pesawat perang. Pamannya mati
ditembak Jepang. Pengisahannya lugu karena diceritakan dari sudut pandang
seorang anak, walaupun itu adalah pengenangannya saat dewasa. Ada sentuhan
humor pada berantem antara anak itu dan kakaknya. Cerpen Keberanian Manusia
menonjol karena temanya kontras dengan cerpen lainnya, dan judulnya paling “gagah”.
Keberanian Manusia adalah kumpulan cerpen tentang
perkawinan, kebujangan, dan perselingkuhan bersuasana temaram tapi juga
disentuhi humor, dan mengandung satu cerita yang (dalam bahasa Sunda) mahiwal.